Renungan : Mengapa Aku Harus Menikahimu ??


Ini adalah kisah seorang pemuda tampan yang shalih dalam memilih calon istri, kisah ini tak bisa dipastikan fakta atau tidak, namun semoga pelajaran yang ada didalamnya dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama Muslimah yang belum menikah semoga menjadi renungan.

Ia sangat tampan, taat (shalih), berpendidikan baik, orangtuanya menekannya untuk segera menikah.
Mereka, orangtuanya, telah memiliki banyak proposal yang datang, dan dia telah menolaknya semua. Orangtuanya berpikir, mungkin saja ada seseorang yang lain yang berada di pikirannya.
Namun setiap kali orangtuanya membawa seorang wanita ke rumah, pemuda itu selalu mengatakan “dia bukanlah orangnya!”

Pemuda itu menginginkan seorang gadis yang religius dan mempraktekkan agamanya dengan baik (shalihah). Suatu malam, orangtuanya mengatur sebuah pertemuan untuknya, untuk bertemu dengan seorang gadis, yang religius, dan mengamalkan agamanya.

Pada malam itu, pemuda itu dan seorang gadis yang dibawa orangtuanya, dibiarkan untuk berbicara, dan saling menanyakan pertanyaan satu sama lainnya.
Seperti biasa, pemuda tampan itu, mengizinkan gadis itu untuk bertanya terlebih dahulu.
Gadis itu menanyakan banyak pertanyaan terhadap pemuda itu, dia menanyakan tentang kehidupan pemuda itu, pendidikannya, teman-temannya, keluarganya, kebiasaannya, hobinya, gaya hidupnya, apa yang ia sukai, masa lalunya, pengalamannya, bahkan ukuran sepatunya…
Si pemuda tampan menjawab semua pertanyaan gadis itu, tanpa melelahkan dan dengan sopan. Dengan tersenyum, gadis itu telah lebih dari satu jam, merasa bosan, karena ia sedari tadi yang bertanya-tanya, dan kemudian meminta pemuda itu, apakah ia ingin bertanya sesuatu padanya?

Pemuda itu mengatakan, baiklah, Saya hanya memiliki 3 pertanyaan. Gadis itu berpikir girang, baiklah hanya 3 pertanyaan, lemparkanlah.
Pemuda itu menanyakan pertanyaan pertama:
Pemuda: Siapakah yang paling kamu cintai di dunia ini, seseorang yang dicintai yang tidak ada yang akan pernah mengalahkannya?
Gadis: Ini adalah pertanyaan mudah, ibuku. (katanya sambil tersenyum)

Pertanyaan ke-2
Pemuda: Kamu bilang, kamu banyak membaca Al-Qur’an, bisakah kamu memberitahuku surat mana yang kamu ketahui artinya?
Gadis: (Mendegar itu wajah si Gadis memerah dan malu), aku belum tahu artinya sama sekali, tetapi aku berharap segera mengetahuinya insya Allah, aku hanya sedikit sibuk.

Pertanyaan ke-3
Pemuda: Saya telah dilamar untuk menikah, dengan gadis-gadis yang jauh lebih cantik daripada dirimu, Mengapa saya harus menikahimu?
Gadis: (Mendengar itu si Gadis marah, dia mengadu ke orangtuanya dengan marah), Aku tidak ingin menikahi pria ini, dia menghina kecantikan dan kepintaranku. 
Dan akhirnya orangtua si pemuda sekali lagi tidak mencapai kesepakatan menikah. Kali ini orangtua si pemuda sangat marah, dan mengatakan “mengapa kamu membuat marah gadis itu, keluarganya sangat baik dan menyenangkan, dan mereka religius seperti yang kamu inginkan. Mengapa kamu bertanya (seperti itu) kepada gadis itu? beritahu kami!”

1.    Pemuda itu mengatakan, Pertama aku bertanya kepadanya, siapa yang paling kamu cintai? dia menjawab, ibunya. (Orangtuanya mengatakan, “apa yang salah dengan itu?”) pemuda itu menjawab, “Tidaklah dikatakan Muslim, hingga dia mencintai Allah dan RasulNya (shalallahu’alaihi wa sallam) melebihi siapapun di dunia ini”. Jika seorang wanita mencintai Allah dan Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) lebih dari siapapun, dia akan mencintaiku dan menghormatiku, dan tetap setia padaku, karena cinta itu, dan ketakutannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kami akan berbagi cinta ini, karena cinta ini adalah yang lebih besar daripada nafsu untuk kecantikan.

2. Pemuda itu berkata, kemudian aku bertanya, kamu banyak membaca Al-Qur’an, dapatkan kamu memberitahuku arti dari salah satu surat? dan dia mengatakan tidak, karena belum memiliki waktu. Maka aku pikir semua manusia itu mati, kecuali mereka yang memiliki ilmu. Dia telah hidup selama 20 tahun dan tidak menemukan waktu untuk mencari ilmu, mengapa Aku harus menikahi seorang wanita yang tidak mengetahui hak-hak dan kewajibannya, dan apa yang akan dia ajarkan kepada anak-anakku, kecuali bagaimana untuk menjadi lalai, karena wanita adalah madrasah (sekolah) dan guru terbaik. Dan seorang wanita yang tidak memiliki waktu untuk Allah, tidak akan memiliki waktu untuk suaminya.

3.   Pertanyaan ketiga yang aku tanyakan kepadanya, bahwa banyak gadis yang lebih cantik darinya, yang telah melamarku untuk menikah, mengapa Aku harus memilihmu? itulah mengapa dia mengadu, marah. (Orangtua si pemuda mengatakan bahwa itu adalah hal yang menyebalkan untuk dikatakan, mengapa kamu melakukan hal semacam itu, kita harus kembali meminta maaf). Si pemuda mengatakan bahwa Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) mengatakan “jangan marah, jangan marah, jangan marah”, ketika ditanya bagaimana untuk menjadi shalih, karena kemarahan adalah datangnya dari setan. Jika seorang wanita tidak dapat mengontrol kemarahannya dengan orang asing yang baru saja ia temui, apakah kalian pikir dia akan dapat mengontrol amarah terhadap suaminya??
   
Pelajaran akhlak dari kisah tersebut adalah, pernikahan berdasarkan:
·         Ilmu, bukan hanya penampilan (kecantikan)
·         Amal, bukan hanya berceramah atau bukan hanya membaca
·         Mudah memaafkan, tidak mudah marah
·         Ketaatan/ketundukan/keshalihan, bukan sekedar nafsu

Dan memilih pasangan yang seharusnya:
·         Mencitai Allah lebih dari segalanya
·         Mencintai Rasulullah (shalallahu ‘alai wa sallam) melebihi manusia manapun
·         Memiliki ilmu Islam, dan beramal/berbuat sesuai itu.
·         Dapat mengontrol kemarahan
·         Dan mudah diajak bermusyawarah, dan semua hal yang sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam.

Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Wanita dinikahi karena empat hal, [pertama] karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang agamanya baik, jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir”. (HR. Bukhori no. 5090, Muslim no. 1466)

Salam,

@Humaira

Allah Telah Menjadikan Kunci Bagi Segala Sesuatu..




Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi segala sesuatu kunci untuk membukanya, Allah menjadikan kunci 
pembuka shalat adalah bersuci sebagaiman sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Kunci shalat adalah bersuci’, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kunci pembuka haji adalah ihram, kunci kebajikan adalah kejujuran, kunci surga adalah tauhid, kunci ilmu adalah bagusnya bertanya dan mendengarkan, kunci kemenangan adalah kesabaran, kunci ditambahnya nikmat adalah syukur, kunci kewalian adalah mahabbah dan dzikir, kunci keberuntungan adalah takwa, kunci taufik adalah harap dan cemas kepada Allah ‘Azza wa Jalla, kunci dikabulkan adalah doa, kunci keinginan terhadap akhirat adalah zuhud di dunia, kunci keimanan adalah tafakkur pada hal yang diperintahkan Allah, keselamatan bagi-Nya, serta keikhlasan terhadap-Nya di dalam kecintaan, kebencian, melakukan, dan meninggalkan, kunci hidupnya  hati adalah tadabbur al-Qur’an, beribadah di waktu sahur, dan meninggalkan dosa-dosa, kunci didapatkannya rahmat adalah ihsan di dalam peribadatan terhadap Khaliq dan berupaya memberi manfaat kepada para hamba-Nya, kunci rezeki adalah usaha bersama istighfar dan takwa, kunci kemuliaan adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, kunci persiapan untuk akhirat adalah pendeknya angan-angan, kunci semua kebaikan adalah keinginan terhadap Allah dan kampung akhirat,  kunci semua kejelekan adalah cinta dunia dan panjangnya angan-angan.


“Ini adalah bab yang agung dari bab-bab ilmu yang paling bermanfaat, yaitu mengetahui
pintu-pintu kebaikan dan kejelekan, tidaklah diberi taufik untuk mengetahuinya dan memperhatikannya kecuali seorang yang memiliki bagian dan taufik yang agung, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kunci bagi setiap kebaikan dan kejelekan, kunci dan pintu untuk masuk kepadanya sebagaimana Allah jadikan kesyirikan, kesombongan, berpaling dari apa yang disampaikan Allah kepada Rasul-Nya, dan lalai dari dzikir terhadap-Nya dan melaksanakan hak-Nya sebagai kunci ke neraka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan khamr sebagai kunci segala dosa. Dia jadikan nyanyian sebagai kunci perzinaan, Dia jadikan melepaskan pandangan pada gamba-gambar sebagai kunci kegelisahan dan kegandrungan, Dia jadikan kemalasan dan kesantaian sebagai kunci kerugian dan luputnya segala sesuatu, Dia jadikan kemaksiatan-kemaksiatan sebagai kunci kekufuran, Dia jadikan dusta sebagai kunci kenifakan (kemunafikan -ed), Dia jadikan kekikiran dan ketamakan sebagai kunci kebakhilan, memutus silaturahim, serta mengambil harta dengan cara yang tidak halal dan Dia jadikan berpaling dari apa yang dibawa Rasul sebagai kunci segala kebid’ahan dan kesesatan.


“Perkara-perkara ini tidaklah membenarkannya kecuali setiap orang yang memiliki ilmu yang shahih dan akal yang bisa mengetahui dengannya apa yang ada dalam dirinya dan apa yang berwujud dari kebaikan dan kejelekan. Maka sepantasnya seorang hamba memperhatikan dengan sebaik-baiknya ilmu terhadap kunci-kunci ini dan kunci-kunci yang dijadikan untuknya.” (Hadil Arwah 1/48-49)


Dikutip dari artikel Kunci Kebaikan dan Kunci Kejelekan Majalah Al-Furqon No. 77 1429/2008 

Profil Suami Sukses ..


Menjadi seorang yang sukses merupakan harapan semua orang.
Sebagaimana berharap menjadi suami yang sukses pun

merupakan cita-cita semua laki-laki.
Tahukan Anda para suami,
bahwa bekal menjadi suami sukses itu hanya dua hal saja?



Sesuatu yang mungkin terjadi pada seorang wanita memiliki seorang laki-laki ala kadarnya, sebab ia ingin dirinyalah yang akan tahu persis siapa suaminya itu. Dan juga mungkin seorang wanita memilih laki-laki setengah preman karena anggapannya ia akan membaik dengan kebaikan yang masih tersisa dalam hatinya. Tahukah Anda para suami, mengapa itu mungkin dilakukan oleh para wanita?

Kata hati para wanita mengatakan, selagi ia bukan tipe laki-laki pembohong, egois, bakhil, hanya tahu kebenaran pada dirinya, pendengki, suka memusuhi, dan sombong; maka ia tidak akan menderita hidup bersamanya. Sederhana sekali sebenarnya. Sebab tipe laki-laki dengan semua sifat tersebut adalah tipe seorang yang tak manusiawi, bukan tipe laki-laki sejati. Makanya suami yang demikian tidak akan mendapati istrinya bisa bertahan hidup bersamanya. Seandainya bisa bertahan, namun ia akan cepat berubah dari istri yang taat menjadi istri pembangkang, keras kepala, suka membangkang dan memusuhi. Sebabnya ialah suami yang tidak manusiawi dan tak memiliki sifat laki-laki sejati sementara istri merasa telah salah menerimanya sebagai suami. Dalam keadaan demikian, sifat kewanitaannya akan segera putus asa dengan kepribadian suaminya sehingga berubahlah ia sebagaimana ia telah berubah.

Berbohong adalah sebuah kelemahan, bahkan ia merupakan pangkal seluruh kejelekan. Kesombongan menunjukkan tidak adanya kepercayaan seseorang kepada dirinya sendiri yang sesungguhnya. Sementara egois dan merasa benar sendiri tidaklah muncul kecuali dari seorang yang tak lagi memiliki cinta dan kasih sayang serta tak memiliki perasaan yang bisa dicurahkan kepada orang lain. Sifat-sifat seperti inilah yang akan melahirkan berbagai sifat jelek lainnya, seperti suka memusuhi, tak tahu diri, tak lagi mengetahui kelemahan, kekurangan diri, dan lain sebagainya. Tentunya sifat-sifat tersebut hanya dimiliki oleh seorang suami yang telah gagal menjadi suami.


SIFAT-SIFAT SUAMI SUKSES
Seorang suami yang sukses jauh dari sifat-sifat tersebut di atas. Profilnya begitu mempesona para istri. Tak heran bila dengan sifat-sifat ini suami sangat dicinta dan disayang istri. Di antara sifat suami sukses itu ialah:

ü  Yang sadar bahwa pernikahan ialah serangkaian tanggung jawab, kepedulian, dan kepemimpinan yang baik.
ü  Tanggung jawab pernikahan tersebut mendorongnya mewujudkan keberhasilan dalam kehidupan berumah tangga.
ü  Menyadari keadaan dirinya yang berfungsi sebagai pemimpin di dalam keluarganya.
ü  Bisa memberikan rasa aman yang sebenarnya kepada istrinya.
ü  Menjadikan istrinya sebagai kekasihnya.
ü  Dapat menyeimbangkan sikap romantis yang penuh kelembutan dengan sikap tegas dalam menghadapi kenyataan.
ü  Dapat menmbuhkan hubungan suami istri yang didasari nilai-nilai agama yang luhur.
ü  Yang bertanggung jawab terhadap moral keluarga dan masyarakatnya.
ü  Baik hati, rendah hati, selalu berbuat baik, dan suka menolong orang lain.
ü Kejujurannya menjadikannya sangat berwibawa di rumah dan menjadikannya sebagai bekal keberaniannya.
ü  Berkepribadian stabil, mantap, dan dapat menahan amarah dalam segala keadaan
ü  Pemaaf serta penyabar menghadapi kesalahan orang lain, terutama istrinya.
ü  Amarahnya merupakan didikan, bukan teror, sedangkan hukumannya merupakan kebaikan bagi yang dihukum, bukan siksaan.
ü  Yang tidak membedakan kesamaan derajat dirinya dengan istri sebagai manusia yang memiliki kewajiban menghamba di hadapan Allah Ta’ala.
ü  Selalu adil dalam keharmonisan, kemesraan dan dalam menafkahi batin istrinya.
ü  Bersikap proporsional dalam keadilannya, perlindungannya, kebijakannya serta ketegasannya.
ü  Yang menjadikan musyawarah sebagai media membina kehidupan berumah tangga.
ü  Yang tidak menganggap pendapatnya sendiri yang benar, sementara pendapat istri selalu salah.
ü  Selalu optimis dan tak mudah putus asa.
ü  Suka mencanda, kuat kemaluannya, dan tak bermalas-malasan.
ü  Kaya ide-ide positif, kreatif, dan jauh dari sifat monoton.
ü  Pencemburu dan proporsional cemburunya.

Sebegitu banyakkah sifat yang harus dimiliki oleh seorang suami yang menhendaki kesuksesan? Ya. Benar. Bahkan yang disebutkan itu bukan seluruhnya, namun masih banyak sifat lainnya yang belum tersebut.


DUA BEKAL UTAMA SUAMI SUKSES

Sebenarnya untuk meraih seluruh sifat tersebut mudah saja teorinya. Namun praktiknya membutuhkan kesungguhan dan keistiqomahan. Perbaiki kualitas beragama dan akhlak-aklhak diri dengan siraman nilai-nilai luhur syari’at Islam. Hanya dengan dua hal tersebut seseorang akan menjadi suami sukses, sukses mendapat cinta istri, dan sukses membina rumah tangga Insya Allah. Sebab seluruh sifat-sifat tersebut di atas bisa muncul dan ada pada dirinya dengan baiknya agama serta akhlaknya.

Oleh karenanya, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan seluruh wali-wali para wanita agar memilihkan buat para wanita yang ada di bawah kepengasuhannya seorang laki-laki yang baik agama serta akhlaknya sebagai suami mereka. Beliau sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila seorang laki-laki yang kalian ridhoi agama serta akhlaknya melamar (anak wanitamu), maka nikahkanlah ia (dengannya). Bila kamu tidak lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang banyak.” [1]

Dari sini, sebagai seorang suami, jadilah Anda laki-laki sejati. Hilangkan sifat-sifat buruk dari diri Anda. Sulit memang menghilangkannya, kecuali bila Anda menyadari dan mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut memang ada pada diri Anda. Gantilah perangai buruk dengan berbagai akhlak terpuji seorang suami. Dengan menjadi seorang yang taat beragama yang berhias dengan akhlak terpuji, niscaya akan mudah menjadi tipe suami sukses bagi istri dan keluarga.


Wallahu’alam Bishawab
Disalin dari majalah al-Mawaddah Edisi Khusus Tahun Ke-3 :: Jumadal Ula 1431 H :: April – Mei 2010, Vol.30

Foot Note:
[1] HR.Tirmidzi no: 1107, dihasankan oleh Syaik al-Albani dalam al-Irwa’ no: 1668 dan dalam ash-Shohihah no: 1022.

Beginilah Cara Mereka, Lalu Bagaimana Sikap Kita ??



Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.
Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.
Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.
“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.
Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”
“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”
“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.
Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.
Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.
“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.
***
Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:
“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.” (QS. At Taubah :32).
Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?

 Muslimahzone.com

Menyikapi 'Virus Merah Jambu'


Bismillah…

Bergerak dari rasa kepedulian dan keprihatianan, melihat fenomena yang terjadi saat ini, dimana maksiat sudah dianggap sebagai hal yang lumrah. Bahkan sebagian orang menganggap hal demikian adalah hal yang naluriyah, “jadi ya…ga munafik juga, itu manusiawi!” begitu tanggapan salah seorang mahasiswa universitas ternama di Indonesia. Yap.. pembahasan yang akan diulas kali ini tidak jauh dari “virus merah jambu”.
Virus merah jambu atau yang sering kita sebut “cinta” adalah hal yang tak akan habis-habisnya untuk dibahas. Setiap orang pasti pernah merasakan cinta, setiap orang ingin menyinta dan dicinta. Dan sebagian orang ada yang menjadikan cinta sebagai berhala. Naudzubillah.
Islam tidak pernah melarang siapapun untuk jatuh cinta, karna segala yang ada dalam dunia ini merupakan cerminan cinta Allah yang Maha Mencintai, mencintai makhluqnya sehingga Allah jadikan alam semesta ini dengan kesempurnaan dan sebaik-baiknya penciptaan. Namun bagaimana dengan perasaan cinta kepada lawan jenis yang sering kali melanda hati manusia ???

Tidak ada larangan, dan itulah fitrah manusia. Bahkan Fatimah putri kesayangan Nabi Muhammad pun telah jatuh cinta kepada Ali bin Abi Tholib saat pertama kali bertemu juga Zulaikha yang tergila-gila pada Nabi Yusuf karna pesona ketampanan Nabi Yusuf yang luarbiasa. Maka dari itu fenomena cinta ini merupakan hal yang naluriyah, saya tegaskan kembali bahwa adanya perasaan cinta dalam diri manusia itulah yang naluriyah. Akan tetapi tidak jarang orang yang salah dalam menindak lanjuti perasaan naluriyah ini sehingga kemuliaan cinta yang awalnya bersifat manusiawi kini berubah menjadi hewani.
Mengapa demikian ? Fenomenanya, ketertarikan dengan lawan jenis ini dilanjutkan dengan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama kita, islam. Bahkan bagi mereka yang menjalaninya menganggap bahwa “pacaran” hukumnya sah-sah saja dan manusiawi. Kembali pada perintah yang jelas tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an, bahwasanya Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS.Al-Isra : 32 )

Dalam ayat ini memang tidak secara langsung menegaskan bahwa pacaran itu dilarang, namun pada realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari pacaran merupakan pintu gerbang yang paling mudah untuk memasuki jurang perzina’an. maka sangatlah pantas jika pacaran dikategorikan sebagai implementasi perzina’an, bahkan menurut teori psikoseksual pacaran merupakan salah satu bentuk pelampiasan seksual.
Ini berarti pengkategorian pacaran sebagai salah satu bentuk perzina’an telah dibenarkan oleh teori-teori yang ada, karena faktanya orang yang menjalani pacaran sangat jarang terhindar dari aktivitas: saling bersentuhan, saling memandang, berkhalwat (berdua-duan), bermanja-manja / melembutkan suara bagi perempuan. Padahal dalil-dalil yang melarang aktifitas-aktifitas di atas sudah cukup jelas. Mengenai aktifitas saling bersentuhan, Nabi Muhammad Saw bersabda :
 “Kepala salah seorang ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, lihat Ash-Shahihah no. 226)

Ini berarti kepala sesorang yang ditusuk dengan jarum besi saja merupakan hal lebih baik daripada sesorang menyentuh wanita yang bukan mahramm, lantas bagaimana hukuman bagi orang yang saling bersentuhan (dengan kesengajaan) ? Wallahu a’lam. Yang pasti Nabi Muhammad saw telah memberikan peringatan keras dalam hadits tersebut.
Kemudian disusul dengan aktivitas saling memandang. Al-Qur’an sangat jelas memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan untuk saling menundukkan pandangan, dalam Surat An-Nisa ayat 30-31, Allah berfirman :
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya……” 

Namun pada kenyataannya, aktivis pacaran tidak akan memperdulikan perintah agung ini.
Dalam riwayat lain  Dari Buraidah radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
يَا عِلِيُّ، لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
Wahai ‘Ali, janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan. Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan yang pertama, dan bukan yang setelahnya”.

Artinya bahwa pandangan yang pertama adalah pandangan tiba-tiba tanpa kesengajaan, maka adanya pandangan pertama itu diampuni, tanpa dosa. Namun tidak boleh melanjutkan pandangan dengan pandangan yang kedua yang dimaksudkan untuk menikmati, karna melalui pandangan pun akan menjerumuskan pelakunya dalam kategori zina.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda :
كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌُ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
”Telah dituliskan atas Bani Adam bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak. Maka,zina kedua mata adalah melihat (yang diharamkan), zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah berkata-kata (yang diharamkan), zina tangan adalah memegang (yang diharamkan), zina kaki adalah melangkah (ke tempat yang diharamkan), hati berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluan membenarkan itu semua atau mendustakannya”.
Jadi, perintah Allah kepada hambanya baik laki-laki maupun permpuan untuk menundukkan pandangan tidak lain adalah untuk menghindari diri dari perbuatan zina sebagaimana telah ditetapkan bahwa zina kedua mata adalah dengan melihat/memandang (yang diharamkan).

Larangan untuk berdua-duaan. Rasulullah saw. bersabda :
“Sungguh tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita, kecuali yang ketiga dari keduanya adalah syetan.” (HR. at-Tirmidzi)

Hadits ini menegaskan diharamkannya berkhalwat bagi seorang pria dengan wanita asing atau bukan mahramnya. Karena Nabi saw melalui syariat ini menginginkan kita menghindari banyak penyakit sosial dan fisik.
Dalam sebuah penelitian mutakhir, diketahui bahwa ketika laki-laki yang berkhalwat dengan perempuan yang bukan mahram yang memiliki daya tarik tinggi, itu akan memacu meningkatnya hormon kortisol yang merupakan hormon petanggung jawab terjadinya stress dalam tubuh. Hanya dengan duduknya seorang laki-laki  selama lima menit bersama seorang wanita maka laki-laki akan mengalami kenaikan hormon dengan proporsi tinggi.
Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh, tetapi dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah, jika terjadi peningkatan hormon dalam tubuh dan berulang terus menerus proses tersebut, maka hal itu dapat menyebabkan penyakit serius seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes dan penyakit lainnya yang mungkin meningkatkan nafsu seksual.
Melembutkan suara (bagi perempuan) juga sering terjadi dalam aktivitas pacaran. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:
“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al-Ahzab: 32)

Mungkin sebagian kita akan berdalih “ loh, itukan hanya bersuara ? apa salahnya kalau perempuan itu bersuara, fitrahnya perempuan memang dengan kelembutannya !”
Ketahuilah, bahwa suara perempuan merupakan aurat yang dapat menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Maka dari itu dalam seni bergaul islam hal ini sangat diperingatkan kepada wanita agar senantiasa berbicara seperlunya kepada lawan jenis, dengan tidak melembutkan suara dan menundukkan pandangan. 
Beberapa waktu yang lalu teman saya pernah menyanggah bahwa pacaran tidak selalu identik dengan hal-hal negative, “saya pacaran tapi merujuk pada hal-hal yang positif, nyemangatin dalam hal ibadah, jadi punya temen curhat, ya pokoknya pacaran yang positif lah!”, begitu ucap teman saya.

Kembali pada aspek-aspek pacaran, bagaimana aktivitasnya saya pastikan ketika dua orang yang  saling mempunyai rasa ketertarikan sehingga keduanya memutuskan untuk berpacaran, maka aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya tidak akan terhindar dari hal-hal yang sebelumnya telah saya sebutkan, seperti: saling memandang, saling bersentuhan, berdua-duaan (khalwat), dan melembutkan suara bagi perempuan. Setidaknya kalaupun dua orang yang berpacaran tidak bersentuhan, aktivitas saling memandang dan berkhalwat itu pasti terjadi.

Lantas bagaimana bagi mereka yang berpacaran tapi tidak pernah bertemu sebelumnya, misalnya mereka hanya saling mengenal lewat ponsel, komunikasi yang mereka bangun hanya lewat telepon saja ???
Kendati pun komunikasi hanya melalui telepon, pacaran apapun itu bentuknya tidak akan terhindar dari unsur-unsur zina. Ketika dua orang yang dimabuk cinta saling berkomunikasi, setuju atau tidak,  pihak wanita pasti akan melembutkan suara, dan keduanya akan saling bermanja. Perlu kita ketahui bahwa dengan hanya mendengar suara wanita, itu akan mampu membangkitkan syahwat laki-laki. Maka dari itu adanya larangan untuk melembutkan suara ketika berbicara dengan lawan jenis bukanlah tanpa sebab, tapi larangan itu dibuat agar manusia selamat dari azab Allah yang amat pedih.

Apapun alasan yang dibuat manusia, tetaplah segala sesuatu yang dilarang Allah itu berarti hukumnya haram dan mengandung banyak mudharat. Ada yang beralasan, “kami berpacaran semata-mata karna ingin saling mengingatkan, dan mengajak kepada kebaikan. Mengingatkan sholat, qiyamul lail bersama, ngaji sama-sama, itukan positif !”
Ya, aktivitasnya memang positif, tapi niatnya sudah berbeda. Rajin sholat karena pacar, rajin ngaji karna pacar, qiyamul lail karna pacar, bukan karna Allah. Lalu kalau sudah putus sama pacar, akankah ibadah ini akan bertahan ?. 95% tentu tidak, ibadah ini lambat laun akan menurun, musnah dan bisa jadi seseorang ini justru akan lebih buruk dari sebelumnya. Ko bisa ? sangat bisa, karna segala sesuatu yang dilakukan bukan karna Dzat yang Maha Kekal, sifatnya tidak kekal. Ia akan pudar sedikit demi sedikit karna merasa kehilangan factor pendorong ibadahnya, lantas dalam kurun waktu tertentu semangat ibadah ini akan hilang sama sekali.
Maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan bahwa pacaran itu positif. Lalu bagaimana solusi bagi mereka yang berpacaran agar tidak dikategorikan zina ?

Solusinya, ya putusin pacar, dan jangan pacaran lagi. Jika memang sudah siap untuk mempertanggungjawabkan rasa cinta, maka islam memberikan jalan yang paling tepat dan barokah ialah dengan menikah. Jika belum mampu menikah maka perbanyaklah berpuasa. Loh apa hubungannya puasa dengan cinta ?. Nyambung dong! dengan puasa kita mampu mengontrol hawa nafsu, dengan puasa kita akan lebih terjaga dari hal-hal yang berbau maksiat, dengan berpuasa kita akan lebih banyak mengingat Allah. Dan dengan itulah Allah juga akan membantu hamba-Nya yang sungguh-sungguh dalam ketaatan kepada-Nya.

Untuk menjauhkan diri dari dorongan syahwat yang akan menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan, sebenarnya solusinya bukan hanya dengan berpuasa, bisa dengan membiasakan pola hidup sehat, seperti olah raga. Dengan olah raga tubuh akan mampu mengontrol hormon-hormon yang bertanggung jawab terhadap peningkatan syahwat, karna nyatanya meningkatnya syahwat bukan hanya karna dorongan nafsu syaithan tapi juga karna adanya ketidakseimbangan hormon yang terdapat dalam tubuh manusia.
Kemudian disusul dengan memperbanyak dzikrullah, berkumpul dengan orang sholeh, baca qur’an dan maknanya, dan sholat malam. Ko jadi kaya tombo ati ?
Yup.. bener banget, solusi ini emang diambil dari 5 perkara tombo ati, bukan karna ga punya ide lagi buat nulis tapi segala bentuk kemaksiatan pasti berakar pada hati yang berpenyakit.  Rosulullah bersabda: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung) (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Jadi jelas segala sesuatu yang ada pada diri kita bersumber dari hati, jika hati kita baik maka apa yang kita lakukan adalah hal yang baik, tapi jika hati berpenyakit maka apa yang kita lakukan adalah hal yang buruk. Maka dari itu 5 perkara tombo ati ini sangat berpengaruh untuk perbaikan hati yang akan berimbas pada baiknya seluruh jasad. Wallahu a’lam bishshowab…