Karena Mereka Adalah Diriku..



Semua makhluk Allah di bumi, membutuhkan sebuah ketenangan dan kedamaian untuk meneruskan hidup. Bayangkan ketika kita berada pada kondisi yang segalanya serba tersedia dan mewah, namun pikiran kita kacau dan hati begitu kering. Maka semua nikmat tersebut hanya akan terasa seperti sekedar lewat dan pergi begitu saja tiada terkesan. Hiduppun terasa akan sangat kacau balau walau orang lain melihat kita dalam kesempurnaan. Maka tidak disangkal lagi, bahwa kedamaian dan ketenangan batin, sebenarnya adalah hal primer yang menjadi kebutuhan manusia.

Tapi...
Dari manakah kita bisa mendapat kedamaian itu, kedamaian yang akan ada seterusnya menyertai kita, dan bukan hanya sekedar kamuflase sesaat saja?.
Saudaraku, bahkan semua itu adalah sangat mudah untuk ditemukan. Bahagiakan orang lain karena mengharap ridho Allah, maka hidupmu Insyaallah akan terasa bahagia.

Memperlakukan orang lain sebaik kita memperlakukan diri sendiri, adalah seperti membuka lebar- lebar kesempatan untuk kebaikan agar selalu menyertai kita. Dan begitu kebaikan selalunya ada bersama kita, maka insyallah kedamaian akan dengan mudahnya datang kepada kita.


...Memperlakukan orang lain, sebaik kita memperlakukan diri sendiri, adalah seperti membuka lebar- lebar kesempatan bagi banyak kebaikan agar selalu menyertai kita...


Saudaraku, masih ingatkah kita tentang sabda Rasulullah berikut ini, “Berilah makan budakmu dengan makanan yang biasa kamu makan dan berilah mereka pakaian dengan pakaian yang biasa kamu pakai. Janganlah kamu menyiksa makhluk Allah“. (HR. Bukhari).

Tanpa melihat kedudukan dan apapun dari orang tersebut, beliau mengajarkan kita untuk tetap berlaku baik dan santun bahkan kepada para budak sekalipun.
Ingatlah pula tentang bagaimana beliau memperlakukan pembantu dan pekerjanya. Ketika pembantu kecil Nabi Muhamamd saw. sedang sakit, beliau membesuk dan duduk di dekat kepalanya, seraya mengajaknya untuk masuk Islam. Pembantu kecil itu masuk Islam, maka Nabi Muhammad gembira seraya berkata, “Segala puji bagi Allah swt yang telah menyelamatkan dirinya dari api neraka.”

Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam juga senantiasa menjaga kehormatan seseorang, memulyakan seseorang, melaksanakan hak-hak seseorang. Beliau tidak pernah mengumpat, menjelekkan, melaknat, menyakiti, dan tidak merendahkan seseorang. Dan, ketika hendak menasehati seseorang, beliau berkata, “Kenapa suatu kaum melaksanakan ini dan itu?” Artinya, beliau tidak langsung menyalah orang tersebut. Bahkan Beliau juga bersabda, ”Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Siapa yang mengenyahkan kesusahan dari berbagai macam kesusahan di dunia dari orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari berbagai macam kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan hisabnya" (HR. Muslim)

Subhanallah, betapa mulianya akhlak beliau. Betapa mulianya ajaran yang diwariskan untuk kita. Dan memanglah benar bahwa dengan membahagiakan dan memuliakan orang lain, bukan justru akan merugikan dan merendahkan kita, namun sebaliknya, akan menjadikan kita pribadi yang mulia dihadapan manusia dan InsyaAllah mulia dihadapan Allah.

Lalu, Mengapa masih ada dari kita yang harus selalu menuntut orang lain untuk menjadi sumber kebahagiaan bagi diri kita, bukankah akan lebih elegan jika hebatkan diri kita dengan menjadi pemasok kedamaian bagi batin orang lain dengan memperlakukan mereka secara baik, bahkan lebih baik?.

Mungkin banyak dari kita yang mengeluhkan bahkan saat kita telah mencoba sebaik- baiknya untuk berbuat baik kepada orang lain, namun mereka tetap saja berbuat jahat kepada kita. Namun yakinlah saudaraku, bahwa kebaikan yang kita lakukan tidak akan pernah sia- sia. Dan kebaikan itu juga seperti sebuah bumerang yang efeknya akan kembali kepada diri kita kembali. Sabar itu tidak memiliki batas seperti halnya surga yang  begitu luas yang insyaallah akan menjadi hak milik bagi setiap kita yang memilih untuk tetap menjadi pribadi baik dan membaiki orang lain. Dan Hal ini hanya akan berlaku untuk para hambanya yang yakin. Yakin pada kebesaran dan keadilan Allah, yang maha atas segala- galanya.


... Hanyalah manusia mulia yang dapat memperlakukan sesamanya dengan mulia...


Mari kita belajar tentang keindahan kasih sayang Allah atas kita. Di dunia ini benar- benar tiada hal yang lebih indah melainkan Allah, tiada yang lebih mendamaikan melainkan Allah. Kasih sayang Allah adalah yang maha mempesona. Darinya kita banyak belajar tentang banyak keindahan yang tidak akan dapat dihitung dengan pikiran manusia. Allah tetap mencintai kita dan memperlakukan diri kita secara sangat baik, betapapun kita selalu mengkhianati Allah sepanjang waktu. Marilah pula kita belajar tentang kemuliaan akhlak Baginda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang selalu santun dan baik dalam kesehariannya . Dari beliau kita belajar bahwa, hanyalah manusia mulia yang dapat memperlakukan sesamanya dengan mulia. 

Sungguh, tidak ada yang lebih menyejukkan selain sebuah akhlak yang baik, yang tercermin dari ketulusan kita untuk memberikan yang terbaik yang kita bisa untuk orang lain. Perlakukan orang lain dengan baik, sebaik kita ingin diperlakukan baik oleh mereka, hanya karena Allah saja. Bukan karena niat ingin dipuji apalagi dicintai secara lebih oleh manusia. Memang akan susah untuk dilakukan, namun ingatlah saudaraku, bahwa kebanyakan manusia lazim melakukan yang dilakukan manusia kebanyakan. Maka istimewakan dirimu dengan hal yang akan sulit rasanya di awal tapi insyaallah akan berakhir pada kemuliaan atas dirimu. Dan sebuah kemuliaan seorang manusia, tentu saja akan tetap akan ada, bahkan saat manusia tersebut sudah tiada. Insyaalllah...


Salam,

|DE@Humaira|
                                                                                                                                              |181085|     


Mari Terbitkan Syurga di Beranda Rumah Kita, Dinda ..



“Kurasakan air mata ini kembali menyuburkan bunga cinta di taman hati. Kupersembahkan indah mekarnya untukmu, dinda. Semerbaknya begitu harum, bukan?”
*****

>>Saat itu. . .
Aku sudah mengenalmu karena memang engkau adalah tetangga dekatku. Olehku, benar-benar tak terbayang bahwa engkau kan menjadi kekasih hatiku yang terajut oleh untaian tali pernikahan. Jujur terakui, wajahmu tak terlalu cantik. Namun begitu, sulit pula bagi lidahku untuk kututurkan bahwa engkau jelek rupa. Biasa saja. Bagimu, make-up tak begitu penting. Itu kuketahui karena engkau memang tak pernah memoleskannya di wajahmu.

>>Aku dan Keputusanku …
Engkau adalah wanita sederhana. Iya, wanita sederhana, pintar, tak banyak bicara. Engkaulah wanita yang bersahaja. Terlihat dewasa, pula. Kesederhanaan dan kesahajaan yang engkau peragakan lah yang justru terasa mengusik hati ini. Benar, tak bisa kupungkiri. Tak bisa kututupi. Akhirnya, nyaliku terpercik hebat lalu menghujankan sebuah keputusan. Kupilih engkau menjadi permaisuriku.
>>Sejenak Tentangmu …
Engkau, dinda, bukanlah keturunan orang berpangkat, juga bukan keturunan ningrat. Aku tak peduli. Raga yang terbalut kain-kain penutup aurat dan jiwa yang terpaut akhirat yang kuingini. Terlebihi terpolesi ilmu syar’i. Tekadku sudah bulat. Kupinang engkau dalam waktu dekat.
Engkau, dinda, saat itu baru lulus SMA. Tak kusangka kalau engkau menerima lamaranku dengan tangan terbuka. Bahkan untuk menerimaku, engkau pangkas keinginanmu mencicipi bangku kuliah. Semua gurumu begitu menyayangkan keputusanmu karena engkau termasuk siswa yang cerdas. Aku tak tahu, mengapa engkau memilihku menjadi pangeran yang akan menduduki singgasana hatimu, dinda. Sujud syukurku pada Allah ‘azzawajallah. Alhamdulillah.


>>Percikan Bahagia di Hari Pernikahan…
Dan hari itu pun kita menikah. Terbitlah kebahagiaan yang menyelimuti sanubari. Sempurnalah mekar indah pucuk asmara. Telah tiba saatnya biduk harus berlayar di samudera kehidupan. Terhempas sudah karang-karang penantian yang bertengger di taman hati.
Adakah jalinan yang indah selain jalinan dan untaian tali pernikahan?
Adakah letupan-letupan cinta yang lebih menenteramkan hati sepasang muda-mudi selain dalam ikatan ini?
Adakah hubungan yang lebih menabung kebaikan selain hubungan sah secara syar’i?
Bak sejuknya tanah gersang yang kembali subur setelah dentuman hujan, bak cerahnya dedaunan muda yang indah menghijau bersemi, bak syahdunya kicauan burung menyambut mentari di pagi nan cerah, begitulah pula datangnya kuncup bahagia di hati.
>>Aku Begitu Kagum. . .
Semua terasa mudah dan indah, dinda. Engkaupun merasakan hal yang sama, bukan? Saat itu, usiaku 25 tahun dan engkau baru 19 tahun. Memang masih terlalu muda untuk kalangan umum namun engkau berani mengambil keputusan itu. Engkau berani mengakhiri masa lajangmu di usia dini. Dan tahukah engkau, dinda, itu membuatku semakin kagum padamu.
Dinda tersayang.
Semenjak menikah hingga saat ini, kekagumanku padamu terpupuk subur. Kudapati engkau belum pernah mengeluh tentang keadaan yang kita alami bersama. Padahal engkau sendiri tahu bahwa penghasilanku tak seberapa, kadangkala tak seimbang antara pemasukan dan pengeluaran. Begitu sering kita harus mengikis beberapa keinginan karena kita tak sanggup menggapainya. Benar-benar tak pernah terlihat kristal bening menetes dari pelupuk matamu karena hal itu, dinda.
>>Tetesan Air Mata di Kasur Cinta ..
Masih teringatkah olehmu, dinda, saat pertama kali kita arungi bahtera ini di sebuah kontrakan mungil? Sama sekali kita tak punya apa-apa, bahkan alas tidur pun tak ada. Tetapi engkau benar-benar membuktikan kecerdikanmu, dinda.
Seonggok pakaian kita yang masih tersimpan dalam tas usang, kau keluarkan. Engkaupun melipatnya lalu engkau tumpuk dua hingga tiga helai. Engkau kemudian mengaturnya berjejeran. Di atas barisan baju itu, engkau bentangkan jilbab lebarmu. Jadilah kasur cinta ala istriku terkasih.
Sambil menyungging senyum manismu, engkau mempersilahkan aku mengempukkan diri di kasur cinta kita. Kutatap wajah ayumu, dinda. Kufokuskan mataku memandang hitam bola matamu sambil membalasmu dengan senyumku. Beberapa detik kemudian, kurasakan getaran hebat berkecamuk di hati. Dan, dan, dan berlinanglah air mata haruku. Aku cinta. Aku cinta. Aku mencintaimu, dinda.
>>Saatnya Engkau Melahirkan ..
Bersamamu, wahai permaisuri hatiku, tak terasa begitu cepat bergulirnya waktu. Dengan penuh kasih, selalu indah nan syahdu terlalui hari-hari, dinda. Kekurangan materi yang terkadang menghantui seakan-akan bukanlah beban manakala kita senantiasa menebalkan keikhlasan di hati. Denganmu, dinda, begitu banyak pelajaran yang kupetik.
Masih ingatkah ketika usia pernikahan kita beranjak setahun, saat tujuh bulan usia kehamilanmu, dinda? Aku begitu panik ketika engkau mengalami pendarahan. Tapi engkau begitu tenang tak gugup. Dari keningmu yang berkerut dan nafasmu yang tertahan, aku tahu engkau sedang menahan sakit yang luar biasa. Segera saja kubawa engkau ke bidan. Dari pemeriksaannya, itu adalah tanda-tanda bahwa engkau akan melahirkan.
Jam 12 malam, saat manusia tengah asyik terlelap, anak pertama kita lahir dengan prematur. Ah, betapa aku bahagia, dinda. Berulang kali, kukecup keningmu dengan kecupan sayang penuh mesra.
>>Segelas Air Putih..
Aku melihat wajahmu melemas. Engkau begitu lelah. Secara perlahan, kau bisiki aku dengan berkata:
“abii…, aku lapeer.”
Tersentak aku mendengarnya, dinda. Ya, seharian tadi engkau tak makan karena kesakitan sejak kemarin. Sore tadi aku hanya membeli sebungkus roti untukmu namun sudah kulahap habis karena tadi engkau tak nafsu makan. Kini tak ada roti atau jajanan lain. Mau beli, jam segini semua toko dan warung sudah tutup.
Alhamdulillah, ada segelas air putih yang dibawakan bidan. Kusuguhkan sendiri untukmu agar kemesraan kita tetap terjalin dan barangkali letihmu akan terkikis. Perlahan, engkau pun meneguknya, dinda. Tak ada tuntutan dan keluhan sedikit pun yang terlontar dari lisanmu. Engkau sungguh mengagumkan, dinda. Aku memuji Allah atas anugerah ini.
Kesahajaanmu benar-benar menggelombangkan air mataku. Melihat semburat bahagia terbit di wajahmu, kembali kurasakan tetesan bening bak kristal itu mengalir syahdu dari pelupuk mataku. Seiring menyusuri lembah hidungku, kurasakan air mata ini kembali menyuburkan bunga cinta di taman hati. Kupersembahkan indah mekarnya untukmu, dinda. Semerbaknya begitu harum, bukan?
Yah, bayi yang menjadi permata hati kita yang selamat dan nampak sehat telah membuatmu lupakan lapar dan dahaga.


>>Engkaulah Penyejuk Hati..
Tahun berganti dan engkau tak pernah berubah. Hampir sepuluh tahun kita bersama dalam bahtera yang penuh dengan kesederhanaan tetapi kita tak pernah lontarkan keluh.Engkau tak pernah tuntut dunia dariku, dinda. Tak pernah minta ini. Tak pernah minta itu. Beli pakaian saja mungkin tiga atau empat tahun sekali. Perhiasan? Tak pernah engkau mengenalnya. Bagimu, bisa memenuhi kebutuhan saja tanpa berhutang sudah lebih dari cukup.
Sungguh, dinda. Aku amat bahagia mengenalmu sosokmu. Aku memuji Allah atas anugerah ini. Engkaulah permata sekaligus belahan jiwa yang menyejukkan hati. Mata akan teduh memandangmu. Engkaulah sebenarnya perhiasan itu, dinda. Semoga engkau selalu tegar menemani hari-hariku hingga kita jelang negeri penuh cinta nan abadi di akhirat nanti.

Ngemil Kerikil Neraka..



Kehidupan dunia menawarkan kesenangan semu yang tiada batas. Dan manusia di `anugrahi` cobaan berupa nafsu sebagai pengikut setia atas semua itu. Berbagai tawaran menggiurkanpun tak luput menyemarakkan kelezatan dosa. Namun sangat disayangkan bahwa kesemua itu berujung pada neraka yang mengerikan. 

Betapa batin manusia sering kali terlupa atas dosa yang nyata apalagi yang tersamar. Saat kelalaian malah dianggap atraksi hiburan yang menyenangkan, dan atau dosa dinilai sebagai improfisasi brilian, maka kabut hitam penutup pintu hidayah manusia pun menjadi terasa sesak untuk dilewati.

Bisakah kita mengkaji ulang sebentar dan melihat kembali kebelakang jalan hidup yang selama ini telah kita tempuh. Adakah barang haram yang telah kita relakan menjadi bagian dari darah kita saat ini? Dan atau mungkin bukan hanya kita, jangan- jangan suapan dosa itu telah kita suguhkan kepada suami/istri dan anak- anak kita? 


Menghadirkan neraka sebagai bagian dari sarapan pagi anda dan keluarga, tentu saja bukan mencerminkan cita rasa yang baik dari orang tua yang pantas diteladani.Bagaimana mungkin orangtua yang baik bisa begitu egois. Egois? ya, keegoisan orang tua yang dengan kesenangan dan kepuasan pribadinya telah mengumpulkan harta haram, yang kemudian memenuhi perut anak- anak terkasih yang jelas- jelas tidak tahu menahu tentang tingkah polah ayah ibunya.Parahnya lagi, jika hal itu disampaikan orang lain sebagai nasehat bagi mereka, sejuta dalih atas dasar tanggung jawabpun mengalir dari mulut agar terbuka jalan pemakluman orang lain atas dirinya. Bagaimana mungkin orang tua teladan akan bangga mengajak anak- anak untuk secara berjamaah 
ngemil kerikil neraka sebagai rutinitas harian dan kudapan favorit mereka? Tentu saja kita berharap kepada Allah agar melindungi kita dari menjadi hambanya yang tergambarkan seperti hal tersebut diatas. 

Untuk mendapat rizki halal atau haram bukanlah tentang idealisme dan atau sekedar jargon- jargon tak berguna. Kesemua itu adalah pencerminan kualitas orang tua sebagai seorang hamba.
Jangan anggap remeh sebuah pilihan, karena hitungan Allah yang sangat maha akurat dalam segala hal, akan memberikan balasan atas apa yang kita pilih dengan sangat tepat pula.Saat ini, besok, didunia, ataupun diakherat, cepat atau lambat, layaknya bumerang balasan itu akan kembali menimpa kita. Benar- benar tidak ada yang gratis apalagi tertebus dengan cuma- cuma untuk sebuah kejahatan ataupun kebaikan. Semua akan menuai balasannya sendiri- sendiri sesuai dengan kadarnya. 

Usia kita akan menua, dan kita tidak akan tahu apa yang akan Allah rencanakan dalam episode penempuhan jalan itu. Beberapa orang sengaja menunggu umur senja mereka untuk memanen tangis penyesalan. Sebagian dari mereka mungkin tak sadar atas proses menunggu itu, dengan membiarkan diri lalai terus menerus dalam dosa. Hal itu sama saja mereka membangun jalan takdir mereka selanjutnya. Dan kapan tepatnya episode kesedihan itu akan terjadi, tentunya itu hanya masalah waktu saja. 

Saat mata sudah buram untuk melihat, saat lutut tak mampu menopang penuh badan untuk melangkah, dan atau malah justru saat harta yang seumur hidup dikumpulkannya tenyata tak lagi mengakrabinya. Apalagi yang mampu dicapai saat itu, kecuali dengan rahmat Allah subhanahu Wata`ala yang kembali merengkuh kita dalam sebuah kebahagiaan.

Hanya hati yang penuh kesyukuran yang akan dengan gagah berani menatap kenyataan dan memandang langkah takdir berikutnya sebagai perjuangan.Bagi pribadi seperti ini,kekurangan dipandang sebagai tantangan yang dengan ijin Allah akan selalu bisa ditaklukkan.
Perjuangan menghadiahi keluarga dengan hidangan kesenangan dalam rizki yang halal, walaupun dalam keterbatasan, akan menjadikan anda kebanggaan keluarga. Keselamatan dunia akherat yang anda bangun atas keluarga, menjadikan anda sebagai harta yang tak ternilai bagi keluarga, sangat lebih bernilai, bahkan lebih dari nilai harta yang telah anda berikan untuk mereka.

Salam,

Ute Hime K.

Saat Kita KECEWA..



Kecewa...
Setiap orang pasti pernah merasakanya. Namun, kebanyakan dari kita selalu dan selalu merasa sedih, kesal dan tidak menerima atas apa yang menimpa diri kita. Tak jarang pula, kita yang tidak lagi bisa menggunakan iman, logika, dan kesantunan. Dalam sekejab, semua hilang atas nama rasa sakit.  

Saudaraku yang dirahmati Allah,...
Renungkanlah bahwa ini adalah dunia, yang tidak akan mungkin ada sesuatu yang sempurna di dalamnya. Pun demikian dengan sebuah kesempurnaan dari ego dan permintaan kita. Pastilah tidak akan mungkin semuanya tercapai dan terealisasi seluruhnya.

Dan atau mungkin rasa kecewa itu datangnya dari kesalahan yang kita pilih dalam meletakkan harapan yang terlalu banyak kepada makhluk. Padahal dengan begitu, ada hal lain yang seharusnya menjadi keharusan bagi kita untuk mempersiapkannya, yaitu kekecewaan.

Betapa tidak, ibarat menyandarkan diri pada sebuah banyangan tembok, yang ada adalah jatuh dan terjungkalnya kita, karena bayangan adalah sesuatu yang semu. Satu pertanyaan yang kemudian muncul, kita posisikan Allah di mana?

Mungkin hari ini kita telah menyebut asma-Nya yang amat Agung, namun mengapa kita lupa akan kekuasaanNya? Tidak seharusnya kuasa Allah kita nafikan, karena Dia-lah yang menciptakan kita. Dia pasti lebih paham dengan apa yang telah diciptakan-Nya Allah pasti punya rencana lain yang jauh lebih baik dibandingkan keinginan dan harapan-harapan kita.

Dan bahwa menjadi seorang muslim adalah sebuah anugrah, yaitu ketika kita di berikan rahmat, kita bersyukur, dan ketika kita di uji kita di ajarkan untuk bersabar. Kedua hal itu semuanya adalah bermuara pada sebuah kemuliaan.

Dan bahwa Allah tidak akan menguji kita, di luar kemampuan kita. Itulah firman Allah yang tertulis dalam Al Quran yang mulia. Maka jika kita memang yakin dengan kekuasaan Allah, marilah dengan penuh kemaafan dan kemakluman, kita belajar mengobati luka kecewa itu, dan mendoakan semoga hal yang menjadikan kita kecewa, di lain hari bisa memuliakan kita, sebagai imbalan dari pikiran positif kita terhadap Allah.


Kecewa memang kadang menghadirkan kekosongan dalam jiwa kita.
Dan proses pengosongan memanglah sangat menyakitkan.
Tetapi, bukankah tanpa pengosongan tidak akan ada pengisian?


Kita kecewa bukan berarti Allah tidak sayang, akan tetapi pada hakikatnya Allah sudah menyiapkan ganti yang lebih berharga dibanding keinginan yang kita idam-idamkan dan tidak terwujud. Dan satu- satunya yang harus kita lakukan, adalah percaya. Semoga kita termasuk pemilik hati dan laku yang selalu mengedepankan tentang berprasangka baik kepada Allah, yang maha menata takdir kita, dengan sedemikian cantik. Insya Allah.

Salam,

Ute Hime K.

Bahagia itu tergantung KITA ...



Menjadi bahagia, bukanlah karena sikap orang lain yang menyenangkan atau menyakiti kita. Tetapi menjadi bahagia adalah karena pilihan kita sendiri untuk menjadi bahagia.

Menjadi bahagia adalah tentang bagaimana kita mensetting hati, pikiran dan laku dan keseharian kita, dan semua itu adalah terletak diatas keinginan dan kemauan kita sendiri.

Ketika definisi tentang bahagia kita letakkan dengan cara banyak menguliti orang lain dan meminta mereka bersikap begini dan begitu, yang tentunya mengharuskan mereka mengikuti apa yang kita mau, saat itulah sebenarnya kekurangan adalah menjadi milik kita dan bukan mereka.

Betapa tidak, dalam menyusun rencana pembahagiaan diri kita tersebut, maka harus dihadirkan adanya sikap memaksa, tak jarang malah berakhir dengan konflik. Padahal dengan bersabar, hal itulah yang bukan hanya menjadikan kita lebih bahagia, tapi sekaligus memberi peluang kita untuk lebih mulia.


Lalu, apakah ada kebahagiaan dalam kesabaran? Tentu saja ada. Seseorang yang beriman kepada Allah, akan selalu bahagia dalam sabarnya. Hal ini wajar, karena pikirannya akan tertuju kepada nikmat pahala dan kebahagiaan akherat yang pasti Allah berikan sebagai balasannya. Dan sekali lagi, hal ini hanya berlaku hanya untuk para hati yang benar- benar beriman kepada Allah.

Selanjutnya, dalam kesabaranpun juga terkandung kebahagiaan yang lain. Seperti kata pepatah, bahkan batupun bisa akan berlubang jika ditetesi air secara terus menerus. Garis hidup yang memang tidak mudah di lalui pada awalnya dengan sikap yang bernama sabar, namun di episode akhir, InsyaAllah kita akan berhasil mengubah seseorang, yang tanpa sadar justru akan mencontoh banyak hal baik yang telah kita lakukan, hanya karena kita mampu bersabar.  Dan adalah sebuah kepastian bagi siapapun yang akhirnya menemui dirinya di masa depan menjadi pribadi yang disegani dihadapan kawan maupun lawan.

Selain itu, ada sebagian orang yang mampu untuk bahagia dengan mensyaratkan ini dan itu kepada dirinya sendiri dan orang lain, dimana semua itu seakan melampaui batas kewajaran. Atau dalam kata lain, tiada rasa syukur dalam kamus hidupnya. Dan apakah sebenarnya dia bahagia ketiika telah terpenuhi segala yang dia inginkan ?. Mungkin tidak. Karena yang ada, bahkan sebenarnya dia menjadikan hidup yang sekali kali nya ini, menjadi budak dari ambisinya yang tiada habis dan dan tidak ada ujungnya.

Nafsunya merongrong terus tanpa batas dan waktu. Sungguh, sebenarnya dia adalah orang yang paling sengsara, banyak tertipu dan paling pantas dikasihani. Dan tidak mustahil, justru bahkan dalam akhir kisah hidupnya, dia belum sempat menikmati kebahagiaan yang hakiki, yaitu berada dekat Allah subhanahu wataala, karena jatah hidupnya sudah habis untuk keperluan nafsunya sendiri. Padahal ketika maut telah merenggutnyapun, dunia yang selama ini di belanya, tidak serta merta akan mati dan mengikutinya, kecuali meninggalkannya dan hanya mengingatnya dalam nama "kenangan". 

Maka jadilah pahlawan bagi diri sendiri, yaitu yang mampu mengangkat derajat diri sendiri lewat kesabaran, dan hadiahi diri kita selalu dengan sebuah rasa syukur kepada Allah. Sungguh, orang yang damai dan bahagia dengan dirinya, sesungguhnya tidak memerlukan apa- apa lagi, Kecuali Allah, yang Maha membantu dalam menyelesaikan masalahnya, dan selalu akan menyertai hari- harinya. Dan dengan begitu, bisa disimpulkan pula, bahwa dia telah menjadi pemimpin terbaik atas dirinya, yaitu dengan menyandarkan pilihan dan keluh kesahnya dengan yang Maha Menyelesaikan, saja.  Dan ketika kita sudah merasa memiliki dan begitu dekat dengan Allah, maka semudah itu kita akan mutuskan, ternyata gampang mendapatkan sebuah bahagia.

Salam,

Ute Hime K.

Beginilah Seharusnya Menjadi Wanita ..!!



Beginilah seharusnya menjadi wanita... 


Yang dengan ikhlas dan rela menanggalkan dunia serta segala kenikmatannya, kecuali hanya seperlunya saja untuk bisa membangkitkan badan demi tetap mengabdi kepada Allah. 

Beginilah seharusnya menjadi wanita!

Yang dengan sadar menjauhkan diri dari kemewahan dan memilih berkarib dengan kezuhudan. Dia melakukan perdagangan yang menguntungkan untuk sebuah surga, dengan menjual kehidupan dan waktu santainya untuk menuju kehidupan berjuang dan jihad. Dia lebih memilih ridho kepada AllAh dari pada suara sanjungan manusia. Dia lebih memilih untuk taat para aturan Allah yang banyak ditinggalkan manusia. Hatinya selalu condong pada ridho Allah dan pikirannya terfokus untuk mengingat firman Alloh SWT:
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu. Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar" (QS. Al Ahzab : 28-29).

Sungguh… dia memang lembut namun tangguh dalam menemani hidup sang mujahid. Dialah sang penguat hati, ketika berbagai hal manusiawi datang melemahkan iman sang suami. Dia yang membantu suami agar senantiasa merasa damai, seperti Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wa sallaam, yang merasa takut sembari berkata:
"Selimuti aku, selimuti aku!", namun dengan tenangnya Siti Khadijah yang berada disisi beliau berkata: "Demi Allah! Selamanya Allah tidak akan menghinakan engkau, karena engkau selalu menyambung tali silaturrohim, menanggung beban orang lain, dan membantu orang yang semestinya mendapatkan haknya".

Beginilah seharusnya menjadi wanita!

Adalah dia yang begitu sabar atas rongrongan diri dan nafsu orang- orang tak berilmu disekitarnya. Dan dialah yang tetap memilih untuk berkuat hati terhadap musibah dan kesulitan yang menimpanya. Dialah yang tetap tabah walaupun jarak memisahkan dirinya dengan orang kesayangannya, karena iman seakan mengabarkan kepadanya bahwa surga itu memang mahal dan akan menjadi miliknya justru saat kesulitan itu datang.

Beginilah seharusnya seorang wanita!

Mereka yang rela mencintai saudara- saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri. Dia yang menyingsingkan lengan bajunya di dalam membantu para manusia yang teraniaya, walaupun sampai menghabiskan seluruh waktu dan harinya. 

Beginilah seharusnya seorang wanita!

Yang mencontoh para shohabiyat rodhiyallohu 'anha ketika membantu para mujahidin di medan perang. Mereka bahkan rela mengorbankan apapun yang mereka punya demi kejayaan Islam di bumi ini. Dia juga melawan kemalasan diri demi menegakkan sholat di sepertiga terakhir, dan memanjatkan doa untuk saudara- saudara mereka sesama muslim. 


Ya Alloh… kuatkanlah batin para peneduh jiwa mujahidin ini. 
Ya Allah... lapangkanlah hati dan pikiran para penebar kedamaian para pejuang agamamu ini.
Ya Alloh… Berilah pertolongan kepada orang-orang yang menolong mereka, dan hinakanlah orang-orang yang menghinakan mereka.
Ya Allah... selamatkanlah mereka dari para musuh- musuh yang akan mengoyak kehormatan para wanita mulia ini.
Ya Alloh… hadiahkanlah surga atas semua pengorbanan mereka yang ikhlas terhampar hanya karenaMu. 

Aamiiin…
Salam

Ute Hime K

Inilah Dunia, Maka Berhati-hatilah Terhadapnya..



Sekali waktu Nabi Isa 'Alahis-salaam berjalan dengan seorang teman yang baru dikenalnya. Keduanya menelusuri tepi sungai sambil memakan tiga potong roti. Nabi Isa A.s. satu potong dan satu potong untuk orang itu, sisa satu potong. Kemudian ketika Nabi Isa A.s. pergi minum ke sungai, dan kembali roti yang sepotong itu tidak ada, beliau bertanya kepada temannya, "Siapakah yang telah mengambil sepotong roti?"

Jawab teman baru itu, "Aku tidak tahu."

Keduanya meneruskan perjalanan. Tiba-tiba melihat rusa dengan kedua anaknya, maka dipanggillah salah satu dari anak rusa itu lalu disembelihnya dan dibakar. Kemudian dimakan berdua, lalu Nabi Isa As menyuruh anak rusa yang telah dimakan itu supaya hidup kembali maka hiduplah ia dengan izin Allah, kemudian Nabi Isa As bertanya, "Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti kekuasaan-Nya itu siapakah yang mengambil sepotong roti itu?"

Jawabnya, "Aku tidak tahu."

Kemudian keduanya meneruskan perjalanan hingga sampai ke tepi sungai, lalu Nabi Isa As memegang tangan temannya itu dan mengajaknya berjalan hingga sampai ke seberang. "Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti ini, siapakah yang mengambil sepotong roti itu?"

Jawabannya, tetap tidak tahu.

Ketika berada di hutan dan keduanya sedang duduk-duduk, Nabi Isa As mengambil tanah dan kerikil, lalu diperintahkan,"Jadilah emas dengan izin Allah." Tiba-tiba kerikil itu berubah menjadi emas, lalu dibagi menjadi tiga bagian. "Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedang sepertiga ini untuk orang yang mengambil roti." Serentak teman itu menjawab,"Akulah yang mengambil roti itu."

Lantas Nabi Isa A.s. berkata, "Ambillah semua bagian ini untukmu." Keduanya pun berpisah. Tak lama kemudian orang itu didatangi dua orang perampok yang akan membunuhnya. Teman Nabi Isa A.s. itu menawarkan"Lebih baik kita bagi tiga saja." Tiga orang itu setuju. Lalu menyuruh salah seorang pergi ke pasar berbelanja makanan, maka timbul perasaan orang yang berbelanja itu,"Untuk apa kita membagi emas itu, lebih baik makanan ini saya isi racun biar keduanya mati, dan emas ini selamat."

Makanan itu pun dibubuhinya racun. Sementara orang yang tinggal berkata, "Untuk apa kita membagi emas ini, jika ia datang lebih baik kita bunuh saja, dan emas itu kita bagi dua." Ketika orang yang berbelanja itu datang, dibunuhlah oleh keduanya. Lalu hartanya dibagi menjadi dua, kemudian keduanya makan dari makanan yang telah diberi racun itu, maka matilah keduanya, dan tinggallah harta itu di hutan, sedang mereka mati di sekitar harta itu.

Ketika Nabi Isa A.s. berjalan di hutan dan menemukan emas itu, ia berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Inilah contoh dunia, maka berhati-hatilah kamu kepadanya."

Demikianlah kisah yang dicatat dalam buku 1001 kisah orang-orang teladan yang berbicara tentang ketamakan manusia. Selama yang dituruti itu adalah keinginan hawa nafsunya, seketika itu pula ketamakan tidak mengenal batas akhir.

Orang yang lumpuh akan berkata, "Alangkah enaknya berjalan." Orang yang berjalan justru membayangkan kenikmatan orang yang bersepeda, orang yang bersepeda pun masih menganggap lebih baik orang yang naik motor. Yang naik motor pun belum puas sehingga ingin meniru memiliki mobil, begitulah
selera dan tabiat nafsu itu terus dahaga. Maka dari itu sebuah hadits mengingatkan,"Perhatikanlah orang yang lebih rendah kedudukan (sosialnya) darimu, dan janganlah sekali-kali engkau melihat orang yang lebih tinggi (kaya) darimu. Demikianlah sikap yang layak agar kalian tidak melupakan nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian." (HR. muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah R.a.)

Inilah syukur nikmat. Orang yang memiliki mobil akan bersyukur ketika melihat orang lain yang masih naik motor atau sepeda. Orang yang berjalan pun akan merasa cukup dan berterima kasih manakala melihat orang lain justru terkapar di rumah sakit, demikian seterusnya.

Namun tabiat manusia memang lain. Mereka hanya mau terus-menerus ‘menggugat’ Tuhan terutama ketika ditimpa berbagai kesulitan. Terlebih merasa iri, hasud, dan dengki manakala melihat kehidupan orang lain yang lebih makmur. Rasanya, ingin sekali jika ‘kesenangan’ dan ‘kebahagiaan’orang lain itu diraihnya dengan berbagai cara sekalipun harus merebutnya secara paksa. Ingatlah, bahwa sikap hasud itu akan menyia-nyiakan amal kebaikan.

Sabda Nabi Saw, “Jauhilah sikap iri dengki kepada orang lain (hasad)! Sesungguhnya iri dengki itu akan memakan amal kebaikan layaknya api melahap kayu bakar,” (H.R. Abu Dawud dari Abu Hurairah)

Sebaliknya, ia bersikap kikir dan pelit ketika suatu saat dianugerahi kenikmatan. Pendeknya, ketika sedih, ia merasa orang paling sedih sendiri dan mengharapkan perasaan iba dari orang lain. Sementara ketika senang, ia merasa bahwa orang lain pun tengah menikmati kesenangan yang sama. Sebagaimana gambaran al-Qur'an,

"Sesungguhnya manusia itu diciptakan dalam keadaan keluh kesah lagi kikir. Jika ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan jika mendapat kebaikan ia amat kikir." (Al-Ma'arij: 19-21)

Tak luput, realita kehidupan pun seringnya dibalik. Yang sekunder menjadi primer, dan keinginan justru lebih didahulukan ketimbang kebutuhan, lebih senang mengkonsumsi daripada memproduksi. Semangat inilah yang mengantarkan jiwa-jiwa konsumtif dan permisif, bukan jiwa dan mental produktif.

Karena semua landasannya material, tak heran jika nilai moral pun menjadi serba terbalik. Setiap sikap jujur dan amanah kita caci dan kita anggap kegilaan.

Sebaliknya, kebohongan dan keculasan disanjung dan kita anggap ‘biasa’. Tak heran, jika selanjutnya kita akhirnya kerap keliru dan terjebak dalam membela nilai: kita bela kelicikan dan kita curigai ketulusan

Demikianlah daftar sikap yang kini mulai digandrungi sekaligus tengah dipentaskan para pejabat kita di tengah-tengah kemelaratan kebanyakan rakyatnya. Ini merupakan tanda-tanda nyata dari kehidupan masyarakat yang sakit.

Sesuai pesan Nabi Isa, berhati-hatilah dengan godaan gemerlap dunia. Ibarat fatamorgana, ia bukan menawarkan keindahan dan kebahagiaan yang hakiki. Yang ada tak lain kesemuan dan tak jarang justru mencelakakan dan membawa wabah bagi pemiliknya. Pantaslah Allah Subhaanahu wa ta'ala memperingatkan, "Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai (akhirnya) kamu masuk ke liang kubur." (At-Takaatsur: 1-2).