Renungkanlah !! Sebab Ini Adalah Tentang KITA



Bukan. Ini bukan puisi atau prosa yang bernilai sastra. Hanya sebuah rangkaian kata, biasa saja. Yang aku persembahkan hanya untuk kita. Dan aku mau, kau menikmati setiap lariknya, melumat setiap katanya, mengeja setiap hurufnya. Kau tau mengapa ?? Karena didalamnya terkandung suatu makna yang kan kau dapat bila memahaminya dengan rasa.

Sebab bahasa jiwa hanya bisa dicerna oleh rasa, bukan mata atau telinga. Dimengerti oleh hati, bukan tangan atau kaki.

***
Ini adalah tentang kita… Kamu, Aku, Kita …

***
Yaah,. aku sedang berbicara tentang kita. Tentang kita yang diberi jatah usia entah sampai bila. Dan aku yakin bukan untuk waktu yang lama. Tapi sayang, sedikit sekali kita yang menyadarinya. Ternyata, fatamorgana dunia begitu memperdaya, membuai memanja.

“….Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
( Qs. ‘Ali Imran : 185 )

Kau kira aku sedang berbicara tentang apa ? Cinta ?
Bukan. Aku sedang berbicara tentang kita. Yang saat ini masih bernyawa. Bisa bicara, tertawa, menikmati dunia. Dan barangkali sebentar lagi tiada. Hanya menyisakan sebuah nama dan sebingkai cerita. Wallahua’lam.

“Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan ( yang sedikit ) disbanding kehidupan akhirat.” ( Qs. Ar-Ra’d 13 : 26 )

Kau kira aku sedang berbicara tentang apa ? Cinta ??
Tidak. Ini adalah tentang kita yang habis dimakan waktu. Tentang kita yang tak pernah mau tau, atau yang pura-pura tidak tau. Bahwa waktu bergerak maju. Ianya tak akan mungkin berhenti dan menunggu hanya untuk seorang aku atau kamu.

Waktu. Mungkin aku baru ‘kan menyesali semua tentangmu, setelah kau berlalu jauh. Tak sanggup kuraih dan kurengkuh.

Kau kira aku sedang berbicara tentang apa ? Cintaa ???
Bukan. Ini adalah tentang kita yang akan habis. Selesai. Berhenti. Entah pada detik keberapa. Sedetik dua detik setelah ini, bisa saja. Esok atau lusa, mungkin saja. Kematian tak mengenal usia. Kau masih belia, sedang muda atau sudah tua. Tak mau tau kau sedang apa dan dimana, terlelap atau terjaga, disini atau disana. Tak peduli kau sudah siap sedia atau masih siaga. Maka, Wapadalah !!

“…Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatimu, kendatipun kamu berada didalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” ( Qs. An-Nisaa’ : 78 )

“…Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemuimu.” ( Qs. Al-Jumu’ah : 8 )

Kau kira sedari tadi aku berbicara tentang apa ?? Cintaa ???
Tidak. Ini adalah tentang kita yang selalu melupakan perihal kematian. Padahal tidak sedikitpun kematian lupa mengingat kita. Apakah kau mengira bahwa ianya tak akan mungkin menghampirimu dengan tiba-tiba. Melainkan datang dulu padamu dan memberimu aba-aba. Satu Dua atau tiga. Baru kau kan siap sedia dan berjaga-jaga. Ada-ada saja…

“Orang yang  paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati, mereka itulah orang-orang yang cerdas. ( HR. Ibnu Majah No 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimatullahu dalam Ash-Shahihah No 1384 )

***

Kematian bukan harga pasar, yang bisa kau tawar.

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun, dan tidak pula dapat memajukannya.” ( Qs. Al-A’raf : 34 )

Ada yang sering terlupa. Kita terlalu sibuk belajar memahami teori demi prestasi. Tapi lupa belajar memaknai hidup yang menjadi bekal untuk mati.

“Maka, apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main ( tanpa ada maksud ) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ??” ( Qs. Al-Mu’minuun : 115 )

Deras arus dunia menghanyutkan yang terlena. Indah fatamorgana melalaikan menipu daya. Dikejar dicintai bak bayangan tak bertepi. Tiada sukarnya dunia yang dicari.

“…Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan ( kehidupan ) akhirat ….” ( Qs. Al-Baqarah 2 : 86 )

Sesungguhnya segala yang bermula itu akan berakhir. Setiap yang kuat itu memiliki kelemahan. Dan setiap yang hidup pasti akan mati.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan ( yang sebenar-benarnya ). dan hanya kepada Kami kamu dikembalikan.” ( Qs. Al-Anbiya : 35 )

Ingatlah mati, niscaya kau akan memperoleh kelegaan. Dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan.

“Cukuplah kematian sebagai sebaik-baik peringatan !!”

Ketika aku menemukan kehidupan ( duniawi ) kutemukan bahwa akhir kehidupan adalahy kematian. Namun ketika aku menemukan kematian, akupun menemukan kehidupan abadi. Karena itu kita harus prihatin dengan kehidupan ( duniawi ) dan bergembira dengan kematian. Kita hidup untuk mati dan mati untuk hidup.

Ada yang sering terlupa. Sadarilah, bahwa kematian tak menunggu taubatmu.

“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan: ?Sesungguhnya saya bertaubat sekarang?” (QS. An-Nisaa [4]: 18).

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama belum dalam sakaratul-maut?” (HR. Tirmidzi).

***
Senja masih sama, mengurai warna jingga.
Dan aku masih saja mencintai lengkung yang memecah cakrawala.
Kita yang habis dimakan waktu,
-nanti-
tak kan bisa lagi saling bertemu dan silang rindu


Salam,

Ute Hime K.


Mencintai Dalam Diam & Kesederhanaan



Cintailah ia dalam diam, dari kejauhan, dengan kesederhanaan dan keikhlasan… 

Ketika cinta kini hadir tidaklah untuk Yang Maha Mengetahui saat secercah rasa tidak lagi tercipta untuk Yang Maha Pencipta.  Izinkanlah hati bertanya untuk siapa ia muncul dengan tiba-tiba…mungkinkah dengan ridha-Nya atau hanya mengundang murka-Nya…

Jika benar cinta itu karena Allah maka biarkanlah ia mengalir mengikuti aliran Allah karena hakikatnya ia berhulu dari Allah maka ia pun berhilir hanya kepada Allah..

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyat:49)

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, danorang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelakidan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akanmemampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ” (QS. An Nuur: 32)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmuisteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasatenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tandabagi kaum yang berfikir. ” (QS. Ar-Ruum:21)

Tapi jika memang kelemahan masih nyata dipelupuk mata maka bersabarlah… berdo’alah… berpuasalah…

” Wahai kaum pemuda,siapa saja diantara kamu yang sudah sanggup untukmenikah,maka menikahlah,sesungguhnya menikah itu memelihara mata,danmemelihara kemaluan,maka bila diantara kamu belum sanggup untukmenikah,berpuasalah,karena ssungguhnya puasa tersebut sebagaipenahannya ”
(Hadits)

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatuperbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. ” (QS. Al Israa’ :32)

Cukup cintai ia dalam diam…
Bukan karena membenci hadirnya…tapi menjaga kesuciannya . Bukan karena menghindari dunia…tapi meraih surga-Nya. Bukan karena lemah untuk menghadapinya…tapi menguatkan jiwa dari godaan syaitan yang begitu halus dan menyelusup..

Cukup cintai ia dari kejauhan…
Karena hadirmu tiada kan mampu menjauhkannya dari cobaankarena hadirmu hanya akan menggoyahkan iman dan ketenangan. Karena hadirmu mungkin saja ‘kan membawa kenelangsaan hati-hati yang terjaga…

Cukup cintai ia dengan kesederhanaan…
Memupuknya hanya akan menambah penderitaan , menumbuhkan harapan hanya akan mengundang kekecewaan, mengharapkan balasan hanya akan membumbui kebahagiaan para syaitan…

Maka cintailah ia dengan keikhlasan..
Karena tentu kisah fatimah dan ali bin abi thalib diingini oleh hati…tapi sanggupkah jika semua berakhir seperti sejarah cinta Salman Al Farisi…?

“ Boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. ” (QS. Al-Baqarah:216)

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, danlaki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), danwanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-lakiyang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yangdituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduhitu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)” (QS.An Nuur:26)

Cukup cintai ia dalam diam dari kejauhan dengan kesederhanaan dan keikhlasan…

Karena tiada yang tahu rencana ALLAH…mungkin saja rasa ini ujian yang akan melapuk atau membeku dengan perlahan karena hati ini begitu mudah untuk dibolak-balikan…serahkankan rasa yang tiada sanggup dijadikan halal itu pada Yang Memberi dan Memilikinya biarkan ia yang mengatur semuanya hingga keindahan itu datang pada waktunya…

“Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga.” (Umar bin Khattab radiyallahu anhu) 

(Syahhidah)
Salam,


Ute Hime K.

Keluarga Yang Bersama Allah..


Seorang lelaki ditanya oleh wanita yang telah dipinangnya, ‘Bagaimana jika nanti kamu mendapati hal yang tidak kamu sukai pada diri saya?’ Lelaki itu dengan tenang menjawab, ‘Saya akan berusaha bersabar’. Kemudian ia  mengutip sebuah ayat Al Quran, katanya, ‘Bukankah dalam Al Quran sudah disebutkan bahwa apa yang kamu sukai belum tentu baik bagimu dan apa yang kamu benci belum tentu buruk bagimu, juga disebutkan bahwa jika ada perkara yang ia benci, tentu ada perkara yang ia sukai dari diri istrinya’.
Komitmen seperti ini memang sedapat mungkin dipegang dan senantiasa dipupuk oleh para suami-istri. Bukan perkara mudah memang, namun juga bukan suatu hal yang mustahil. Seringkali, peringatan Al Quran tersebut menjadi oase di tengah kemelut yang terjadi antara suami-istri. Ia menyegarkan kembali kesadaran para suami-istri bahwa pasangannya bukanlah makhluk tanpa cela. Yang dengan itulah mereka harus saling bersabar dan menjadikannya ladang pahala. Tentu tanpa menafikan keharusan syariat yang lain jika keburukan pasangan sudah tak dapat ditoleransi lagi. Selagi kekurangan, masalah atau keburukan itu tidak menyebabkan masing-masing suami, istri atau anak terancam kehidupan imannya, ibadahnya, dan jiwanya, maka jalan sabar adalah jalan yang paling tangguh yang dapat ditempuh.


Sabar bukan berarti menyerah pasrah atau malah tak peduli. Sabar adalah ketahanan mental untuk mampu mengelola dan mensolusikan konflik atau masalah yang muncul, dengan langkah paling jernih dan paling berdaya islah (perbaikan) dalam koridor syariat. Namun, sabar tidak lagi disebut sabar jika tanpa penyerahan diri yang total kepada segala takdir Allah (tawakal) setelah seluruh potensi kita kerahkan. Tawakal membuat sabar tidak sia-sia, ia adalah nafas dari kesabaran yang benar.
Dalam kitab Riyadhus Shalihin – Imam An-Nawawi, sebuah hadits menyebutkan bahwa sabar adalah pelita yang menyinari manusia dan shalat adalah cahaya. Mengapa sabar disebut pelita? Karena dalam kesabaran ada panas sebagaimana pelita yang mengeluarkan panas ketika bersinar, innahu dhiya. Kata dhiya disamakan pula penggunaannya ketika Allah menyebutkan tentang matahari, Huwalladzi ja’ala syamsa dhiyaa-an, Dialah yang menjadikan matahari bersinar (QS. Yunus:5). Karena di dalam sabar ada panas hati, capek, dan kesulitan yang besar, maka dari itu pahala sabar tanpa batas (Az-Zumar:10). Tapi, hanya dengan sinar kesabaran itulah suami-istri tidak gelap hati, mereka dapat jelas melihat jalan keluar atas kekurangan pasangan, musibah, juga masalah-masalah yang bermunculan.
Sabar pun menjadi jalan para suami atau istri mendapatkan keberpihakan Allah, pertolongan, ampunan, rahmat, dan petunjuk. Disebutkan dalam AlQuran:
“…Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 153)
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, innalillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah:155-157)
Dan ternyata sabar Allah rendengkan dengan shalat, Allah menyuruh kita meminta pertolongan padanya dengan sabar dan shalat. Rupanya ada hikmah luar biasa dibalik penggabungan ini, karena jika sabar adalah sinar (dhiya) yang mengandung panas, maka shalat adalah cahaya dalam pengertian nuur, yang dingin dan sejuk. Seperti halnya bulan yang bercahaya di malam hari, tenang menyelimuti hati. Huwalladzi ja’ala syamsa dhiyaa-an wal qamara nuuran, Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya (QS. Yunus:5). Maka, Maha Benar Allah yang berfirman;
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah:153)
Jika Allah sudah berpihak pada kita, menolong dan merahmati kita, saksikanlah keajaiban-keajaiban akan terjadi, baik dengan dikabulkannya doa-doa kita maupun dihilangkannya kesedihan dari hati kita sehingga kehidupan keluarga kita terarah mengikuti petunjukNya.


Salam,

Ute Hime K

Indahnya Cinta Karena Allah ..



“Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”  (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Secara nalar pecinta dunia, bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?
Pertanyaan tersebut dapat terjawab melalui penjelasan Ibnu Daqiiqil ‘Ied dalam syarah beliau terhadap hadits diatas (selengkapnya, lihat di Syarah Hadits Arba’in An-Nawawiyah).
(“Tidaklah seseorang beriman” maksudnya adalah -pen). Para ulama berkata, “yakni tidak beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini.”
Maksud dari kata “sesuatu bagi saudaranya” adalah berupa ketaatan, dan sesuatu yang halal. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i.
“…hingga dia mencintai bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai jika hal itu terjadi bagi dirinya.”
Syaikh Abu Amru Ibnu Shalah berkata, “Hal ini terkadang dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan mustahil, padahal tidaklah demikian, karena makna hadits ini adalah tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai bagi keislaman saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya. Menegakkan urusan ini tidak dapat direalisasikan dengan cara menyukai jika saudaranya mendapatkan apa yang dia dapatkan, sehingga dia tidak turut berdesakan dengan saudaranya dalam merasakan nikmat tersebut dan tidak mengurangi kenikmatan yang diperolehnya. Itu mudah dan dekat dengan hati yang selamat, sedangkan itu sulit terjadi pada hati yang rusak, semoga Allah Ta’ala memaafkan kita dan saudara-saudara kita seluruhnya.”
Abu Zinad berkata, “Sekilas hadits ini menunjukkan tuntutan persamaan (dalam memperlakukan dirinya dan saudaranya), namun pada hakekatnya ada tafdhil (kecenderungan untuk memperlakukan lebih), karena manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama, maka jika dia menyukai saudaranya seperti dirinya sebagai konsekuensinya adalah dia akan menjadi orang yang kalah dalam hal keutamaannya. Bukankah anda melihat bahwa manusia menyukai agar haknya terpenuhi dan kezhaliman atas dirinya dibalas? Maka letak kesempurnaan imannya adalah ketika dia memiliki tanggungan atau ada hak saudaranya atas dirinya maka dia bersegera untuk mengembalikannya secara adil sekalipun dia merasa berat.”
Diantara ulama berkata tentang hadits ini, bahwa seorang mukmin satu dengan yang lain itu ibarat satu jiwa, maka sudah sepantasnya dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya karena keduanya laksana satu jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
“Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)
“Saudara” yang dimaksud dalam hadits tersebut bukan hanya saudara kandung atau akibat adanya kesamaan nasab/ keturunan darah, tetapi “saudara” dalam artian yang lebih luas lagi. Dalam Bahasa Arab, saudara kandung disebut dengan Asy-Asyaqiiq ( الشَّّقِيْقُ). Sering kita jumpa seseorang menyebut temannya yang juga beragama Islam sebagai “Ukhti fillah” (saudara wanita ku di jalan Allah). Berarti, kebaikan yang kita berikan tersebut berlaku bagi seluruh kaum muslimin, karena sesungguhnya kaum muslim itu bersaudara.
Jika ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin kita menerapkan hal ini sekarang? Sekarang kan jaman susah. Mengurus diri sendiri saja sudah susah, bagaimana mungkin mau mengutamakan orang lain?”
Wahai saudariku -semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita diatas keimanan-, jadilah seorang mukmin yang kuat! Sesungguhnya mukmin yang kuat lebih dicintai Allah. Seberat apapun kesulitan yang kita hadapi sekarang, ketahuilah bahwa kehidupan kaum muslimin saat awal dakwah Islam oleh Rasulullah jauh lebih sulit lagi. Namun kecintaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kesedihan mereka pada kesulitan hidup yang hanya sementara di dunia. Dengarkanlah pujian Allah terhadap mereka dalam Surat Al-Hasyr:
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar(ash-shodiquun). Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr 8-9)
Dalam ayat tersebut Allah memuji kaum Muhajirin yang berhijrah dari Makkah ke Madinah untuk memperoleh kebebasan dalam mewujudkan syahadat mereka an laa ilaha illallah wa anna muhammadan rasulullah. Mereka meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai dan harta yang telah mereka kumpulkan dengan jerih payah. Semua demi Allah! Maka, kaum muhajirin (orang yang berhijrah) itu pun mendapatkan pujian dari Allah Rabbul ‘alamin. Demikian pula kaum Anshar yang memang merupakan penduduk Madinah. Saudariku fillah, perhatikanlah dengan seksama bagaimana Allah mengajarkan kepada kita keutamaan orang-orang yang mengutamakan saudara mereka. Betapa mengagumkan sikap itsar (mengutamakan orang lain) mereka. Dalam surat Al-Hasyr tersebur, Allah memuji kaum Anshar sebagai Al-Muflihun (orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat) karena kecintaan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin, dan mereka mengutamakan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka (kaum Anshar) sebenarnya juga sedang berada dalam kesulitan. Allah Ta’aala memuji orang-orang yang dipelihara Allah Ta’aala dari kekikiran dirinya sebagai orang-orang yang beruntung. Tidaklah yang demikian itu dilakukan oleh kaum Anshar melainkan karena keimanan mereka yang benar-benar tulus, yaitu keimanan kepada Dzat yang telah menciptakan manusia dari tanah liat kemudian menyempurnakan bentuk tubuhnya dan Dia lah Dzat yang memberikan rezeki kepada siapapun yang dikehendaki oleh-Nya serta menghalangi rezeki kepada siapapun yang Dia kehendaki.
Tapi, ingatlah wahai saudariku fillah, jangan sampai kita tergelincir oleh tipu daya syaithon ketika mereka membisikkan ke dada kita “utamakanlah saudaramu dalam segala hal, bahkan bila agama mu yang menjadi taruhannya.” Saudariku fillah, hendaklah seseorang berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi agamanya. Misalkan seorang laki-laki datang untuk sholat ke masjid, dia pun langsung mengambil tempat di shaf paling belakang, sedangkan di shaf depan masih ada tempat kosong, lalu dia berdalih “Aku memberikan tempat kosong itu bagi saudaraku yang lain. Cukuplah aku di shaf belakang.” Ketahuilah, itu adalah tipu daya syaithon! Hendaklah kita senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan agama kita. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqoroh: 148)
Berlomba-lombalah dalam membuat kebaikan agama, bukan dalam urusan dunia. Banyak orang yang berdalih dengan ayat ini untuk menyibukkan diri mereka dengan melulu urusan dunia, sehingga untuk belajar tentang makna syahadat saja mereka sudah tidak lagi memiliki waktu sama sekali. Wal iyadzu billah. Semoga Allah menjaga diri kita agar tidak menjadi orang yang seperti itu.
Wujudkanlah Kecintaan Kepada Saudaramu Karena Allah
Mari kita bersama mengurai, apa contoh sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari sebagai bukti mencintai sesuatu bagi saudara kita yang juga kita cintai bagi diri kita…
Mengucapkan Salam dan Menjawab Salam Ketika Bertemu
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Tidak maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai: Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
Pada hakekatnya ucapan salam merupakan do’a dari seseorang bagi orang lain. Di dalam lafadz salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh” terdapat wujud kecintaan seorang muslim pada muslim yang lain. Yaitu keinginannya agar orang yang disapanya dengan salam, bisa memperoleh keselamatan, rahmat, dan barokah. Barokah artinya tetapnya suatu kebaikan dan bertambah banyaknya dia. Tentunya seseorang senang bila ada orang yang mendo’akan keselamatan, rahmat, dan barokah bagi dirinya. Semoga Allah mengabulkan do’a tersebut. Saudariku fillah, bayangkanlah! Betapa banyak kebahagiaan yang kita bagikan kepada saudara kita sesama muslim bila setiap bertemu dengan muslimah lain -baik yang kita kenal maupun tidak kita kenal- kita senantiasa menyapa mereka dengan salam. Bukankah kita pun ingin bila kita memperoleh banyak do’a yang demikian?! Namun, sangat baik jika seorang wanita muslimah tidak mengucapkan salam kepada laki-laki yang bukan mahromnya jika dia takut akan terjadi fitnah. Maka, bila di jalan kita bertemu dengan muslimah yang tidak kita kenal namun dia berkerudung dan kita yakin bahwa kerudung itu adalah ciri bahwa dia adalah seorang muslimah, ucapkanlah salam kepadanya. Semoga dengan hal sederhana ini, kita bisa menyebar kecintaan kepada sesama saudara muslimah. Insya Allah…
Bertutur Kata yang Menyenangkan dan Bermanfaat
Dalam sehari bisa kita hitung berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk sekedar berkumpul-kumpul dan ngobrol dengan teman. Seringkali obrolan kita mengarah kepada ghibah/menggunjing/bergosip. Betapa meruginya kita. Seandainya, waktu ngobrol tersebut kita gunakan untuk membicarakan hal-hal yang setidaknya lebih bermanfaat, tentunya kita tidak akan menyesal. Misalnya, sembari makan siang bersama teman kita bercerita, “Tadi shubuh saya shalat berjamaah dengan teman kost. Saya yang jadi makmum. Teman saya yang jadi imam itu, membaca surat Al-Insan. Katanya sih itu sunnah. Memangnya apa sih sunnah itu?” Teman yang lain menjawab, “Sunnah yang dimaksud teman anti itu maksudnya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang disunnahkan untuk membaca Surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at.” Lalu, teman yang bertanya tadi pun berkata, “Ooo… begitu, saya kok baru tahu ya…” Subhanallah! Sebuah makan siang yang berubah menjadi “majelis ilmu”, ladang pahala, dan ajang saling memberi nasehat dan kebaikan pada saudara sesama muslimah.
Mengajak Saudara Kita Untuk Bersama-Sama Menghadiri Majelis ‘Ilmu
Dari obrolan singkat di atas, bisa saja kemudian berlanjut, “Ngomong-ngomong, kamu tahu darimana kalau membaca surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at itu sunnah?” Temannya pun menjawab, “Saya tahu itu dari kajian.” Alhamdulillahbila ternyata temannya itu tertarik untuk mengikuti kajian, “Kalau saya ikut boleh nggak? Kayaknya menyenangkan juga ya ikut kajian.” Temannya pun berkata, “Alhamdulillah, insyaAllah kita bisa berangkat sama-sama. Nanti saya jemput anti di kost.”
Saling Menasehati, Baik Dengan Ucapan Lisan Maupun Tulisan
Suatu saat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya tentang aibnya kepada shahabat yang lain. Shahabat itu pun menjawab bahwa dia pernah mendengar bahwa ‘Umarradhiyallahu ‘anhu memiliki bermacam-macam lauk di meja makannya. Lalu ‘Umarradhiyallahu ‘anhu pun berkata yang maknanya ‘Seorang teman sejati bukanlah yang banyak memujimu, tetapi yang memperlihatkan kepadamu aib mu (agar orang yang dinasehati bisa memperbaiki aib tersebut. Yang perlu diingat, menasehati jangan dilakukan didepan orang banyak. Agar kita tidak tergolong ke dalam orang yang menyebar aib orang lain. Terdapat beberapa perincian dalam masalah ini -pen).’ Bentuk nasehat tersebut, bukan hanya secara lisan tetapi bisa juga melalui tulisan, baik surat, artikel, catatan saduran dari kitab-kitab ulama, dan lain-lain.
Saling Mengingatkan Tentang Kematian, Yaumil Hisab, At-Taghaabun (Hari Ditampakkannya Kesalahan-Kesalahan), Surga, dan Neraka
Sangat banyak orang yang baru ingin bertaubat bila nyawa telah nyaris terputus. Maka, diantara bentuk kecintaan seorang muslim kepada saudaranya adalah saling mengingatkan tentang kematian. Ketika saudaranya hendak berbuat kesalahan, ingatkanlah bahwa kita tidak pernah mengetahui kapan kita mati. Dan kita pasti tidak ingin bila kita mati dalam keadaan berbuat dosa kepada Allah Ta’ala.
Saudariku fillah, berbaik sangkalah kepada saudari muslimah mu yang lain bila dia menasehati mu, memberimu tulisan-tulisan tentang ilmu agama, atau mengajakmu mengikuti kajian. Berbaik sangkalah bahwa dia sangat menginginkan kebaikan bagimu. Sebagaimana dia pun menginginkan yang demikian bagi dirinya. Karena, siapakah gerangan orang yang senang terjerumus pada kubangan kesalahan dan tidak ada yang mengulurkan tangan padanya untuk menariknya dari kubangan yang kotor itu? Tentunya kita akan bersedih bila kita terjatuh di lubang yang kotor dan orang-orang di sekeliling kita hanya melihat tanpa menolong kita…
Tidak ada ruginya bila kita banyak mengutamakan saudara kita. Selama kita berusaha ikhlash, balasan terbaik di sisi Allah Ta’ala menanti kita. Janganlah risau karena bisikan-bisikan yang mengajak kita untuk “ingin menang sendiri, ingin terkenal sendiri”. Wahai saudariku fillah, manusia akan mati! Semua makhluk Allah akan mati dan kembali kepada Allah!! Sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Kekal. Maka, melakukan sesuatu untuk Dzat Yang Maha Kekal tentunya lebih utama dibandingkan melakukan sesuatu sekedar untuk dipuji manusia. Bukankah demikian?
Janji Allah Ta’Ala Pasti Benar !
Saudariku muslimah -semoga Allah senantiasa menjaga kita diatas kebenaran-, ketahuilah! Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan mendapatkan kemuliaan di Akhirat. Terdapat beberapa Hadits Qudsi tentang hal tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, dengan sabdanya, ‘Orang-orang yang bercinta (saling mencintai) karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.’”
Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku.’ Orang-orang yang bercinta (saling mencintai) karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang bercinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihaat (artinya: “Segala puji bagi Allah, dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna.” Do’a ini diucapkan Rasulullah bila beliau mendapatkan hal yang menyenangkan). Allah Ta’aala menyediakan bagi kita lahan pahala yang begitu banyak. Allah Ta’aala menyediakannya secara cuma-cuma bagi kita. Ternyata, begitu sederhana cara untuk mendapat pahala. Dan begitu mudahnya mengamalkan ajaran Islam bagi orang-orang yang meyakini bahwa esok dia akan bertemu dengan Allah Rabbul ‘alamin sembari melihat segala perbuatan baik maupun buruk yang telah dia lakukan selama hidup di dunia. Persiapkanlah bekal terbaik kita menuju Negeri Akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dan orang-orang yang kita cintai karena Allah di Surga Firdaus Al-A’laa bersama para Nabi, syuhada’, shiddiqin, dan shalihin. Itulah akhir kehidupan yang paling indah…

Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.
Maroji’:
1.      Terjemah Syarah Hadits Arba’in An-Nawawiyyah karya Ibnu Daqiiqil ‘Ied
2.      Terjemah Shahih Hadits Qudsi karya Syaikh Musthofa Al-’Adawi
3.      Sunan Tirmidzi

Salam,

Ute Hime K.