Musuh Sejati Bani Adam



Ringkasan kajian ust. Ihsan Tanjung, 11 April 2014

Sejatinya, manusia menginginkan kedamaian dan keamanan dalam hidupnya. Namun meski demikian, bagaimanapun usaha manusia untuk bersikap sama terhadap setiap golongan dan berusaha merangkulnya menuju jalan yang sama, Allah menakdirkan hal yang berbeda. Allah sudah menyiapkan ujian untuk bani adam sejak diturunkan dari surga. Allah sudah mempersiapkan konflik diantara manusia agar nyata siapa yang beriman dan siapa yang ingkar.

Dalam QS Al-Fatir : 6, Allah berfirman, "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagi kamu, maka jadikanlah dia musuh. Sesungguhnya mereka (syaitan-syaitan) itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni sa’ir (neraka yang menyala-nyala)."

Dalam ayat ini, terkandung 3 poin utama, yaitu:

1. Informasi/pemberitahuan dari Allah bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi bani adam.
2. Perintah Allah agar memperlakukan setan sebagai musuh dan menyikapinya sebagai musuh yang nyata. Dengan cara tidak mengikuti hasutannya, memeranginya dan menyatakan sikap bersebrangan dengan rayuan-rayuannya.
3. Kenyataan bahwa setan hanya akan mengajak bani adam untuk memasuki neraka bagaimanpun caranya.
Tak ingatkah kita mengenai kisah nenek moyang kita dengan iblis dahulu kala? Sadarkah kita bahwa disetiap amal yang kita niat lakukan, disana selau ada setan yang berusaha menghalang-halanginya? Atau bahkan berusaha memutar balikkan niat sehingga amal yang kita kerjakan sia-sia?

Kita harus mengambil sikap tegas... Siapa yang menjadi KAWAN dan siapa yang menjadi LAWAN kita dikehidupan nyata.

Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah nenek moyang kita dengan setan sebagai tolak ukur orang yang beriman dan ingkar (kafir). Berikut adalah kisahnya.
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada malaikat: "Tunduklah (beri hormat) kepada Nabi Adam". Lalu mereka sekaliannya tunduk memberi hormat melainkan Iblis; ia enggan dan takbur, dan menjadilah ia dari golongan yang kafir." (QS Al-Baqarah:34)

Usai kisah ini, kita tahu iblis ditempatkan di neraka sementara ia meminta tangguh sampai manusia dibangkitkan kembali dari kubur untuk membawa sebanyak-banyaknya manusia dalan kesesatan, dan Allah memberinya tangguh dengan ketegasan sungguh iblis tidak akan mampu menggoda hamba-hambaNya yang beriman.

Dari kisah ini kita bisa belajar, mengenai dua hal yang membuat seseorang HINA dimata Allah, yaitu:
1. Kesombongan. Iblis berkata, "sesungguhnya Ia (adam) lebih hina daripadaku. Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia dari tanah liat". 
2. Sebab-sebab kesombongan ada pada MATERI. Iblis membandingkan asal muasal penciptaan yang dzahir dan dapat dibandingkan untuk mengukur kemuliaan sesuatu. Api dan tanah liat. Membandingkannya dengan akal dan memutuskannya dengan nafsu, bukan dengan penilaian Allah.

Adapun dalam hadits dikatakan "ciri-ciri kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain." FIX!! kedua sifat ini ada dalam diri iblis. Dan sungguh karena sifat sombong inilah dia dikeluarkan dari surga. Tak akan masuk surga orang yang ada sedikit saja kesombongan dihatinya, meski sebesar dzarrah.

Telah tampak dalam kehidupan kita orang-orang yang berislam tapi tidak sepenuhnya beriman. Padahal, iman itulah yang akan memasukkan manusia kedalam surga. Mereka mentaati beberapa ayat yang mereka suka namun mengingkari atau menunda sebagian lainnya. Ketika datang kepada mereka pembawa berita mengenai kesesatan yang mereka lakukan, mereka berpaling dan menolak kebenaran ayat dan hadits hanya dengan berdalih menggunakn akal. Menggunakan paham MATERI yang diajarkan iblis. Atau memutar-mutarnya, meminta fatwa ulama terkini yang tidak lebih baik dari ulama terdahulu sehingga mereka terjebak dalam fitnah syubhat yang akan mengikis kebaikan satu demi satu.

Na'udzubillahimindzalik..

Itulah, saudaraku. Hal yang menyebabkan iblis keluar dari ketaatan kepada Allah dan menyebabkan murka-Nya. Akankah kalian mengikuti langkah-langkahnya padahal telah nyata hujjah diantara kita? Jika kita berselisih paham mengenai sesuatu.. Kembalikan pada Al-Quran. Kembalikan pada Allah. Pada tafsir ulama terdahulu. Bukan takwil membabi buta.

Sekarang, betapa berbedanya hal yang dilakukan oleh nenek moyang kita.. Adam dan Hawa sama-sama mendurhakai Allah, bermaksiat pada-Nya dengan mengerjakan larangannya. Memakan buah khuldi yang membuat mereka terlucuti pakaiannya dan membuat mereka malu karena saling terlihat apa yang ada diantaranya.

Allah murka, Allah menegur mereka. "Mengapa kamu melakukannya padahal sudah kularang kamu berdua mendelati pohon ini."
Adam dan Hawa menyesal seketika, mengakui kesalahannya dan bertaubat dengan taubat yang baik. Dari kisah ini kita bisa mengambil ibroh, bahwa Allah akan memberi ampun dan mengembalikan kemuliaan hamba-Nya dengan syarat:
1.  Hamba tersebut menyadari kesalahannya, tidak melakukan pembelaan seperti yang dilakukan oleh iblis ketika membenarkan apa yang diakukannya dengan dalih-dalih akal. Kemudian bertaubat dan memohon ampun dari maksiat yang sudah dilakukannya.
2. Hamba tersebut kembali kepada kebenaran usai mengetahui kesalahannya.
Dan kedua syarat ini tidak akan menghampiri orang-orang yang ada dalam hati mereka kesombongan. Tidak akan.

Usai perseteruan ini, Allah memerintahkan adam dan hawa turun ke bumi. Kisah ini tercantum dalam QS al-A'raf: 24.
"Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan di muka bumi sampai dengan waktu yang ditentukan."
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa SEBAGIAN manusia akan menjadi musuh bagi SEBAGIAN yang lain, yang artinya manusia yang ingkar setelah datang pembawa kebenaran akan menjadi musuh bagi orang beriman. Hal itu adalah sunnatullah. Maka dari itu, putuskan sejak sekarang.. Apakah akan menjadi golongan yang beriman atau ingkar.
Allah juga berfirman mengenai orang beriman, "dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah" (QS Yusuf: 106).

Sesuatu yang harus kita sadari adalah... Setan dan iblis tidak akan pernah berhenti berusaha sampai kita mengikuti langkah mereka menuju neraka. Karena itu, meski kita beriman secara lisan, tak jarang mereka menjerumuskan kita melalui hati yang akan membuat kita melakukan sebuah langkah mempersekutukan-Nya.


Salah satu bentuk kesyirikan yang merjalela adalah maraknya pemuka-pemuka agama memasuki ranah parlemen untuk memperdebatkan hukum yang mana jelas Allah sudah menggariskan hukum-hukum-Nya dalam Al-Quran. Meski alasan mereka adalah untuk menegakkan kalimat tauhid dan meletakkan hukum Allah ditempat seharusnya, tetapi justru mereka tidak akan menghasilkan apapun sebab demokrasi tidak akan mengizinkan hukum Allah tegak, karena ketidakjelasan sikap kaum muslimin di parlemen, mereka terkungkung dalam fitnah syubhat. Memperdebatkan hukum amatlah mengerikan kemungkaran yang dilakukan.


"Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepadamu dalam Al-Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat Allah diingkari dan diperolok maka janganlah kamu DUDUK beserta mereka hingga mereka memasuki pembicaraan lain. Apabila kamu melakukannya maka kamu SAMA saja dengan mereka. Dan Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan kafir didaam neraka jahannam." (QS Annisaa: 140)

Untuk duduk bersama mereka memperdebatkannya saja tidak boleh, meski hati kita ingkar, kita harus menjauhi majlis yang seperti itu. Terlebih, jika kita ikut memperbincangkannya seolah hal itu remeh dan dapat dilakukan secara bertahap! Apa gunanya ada UU pornografi jika hukuman bagi mereka hanya penjara beberapa tahun? Menyandingkan hukum mereka seolah hukum buatan parlemen lebih baik untuk Indonesia daripada hukum Allah! Na'udzubillahimindzalik.

Dan setan tidak akan pernah berhenti menjerumuskan kita meski dari syirik sekecil apapun. Saudaraku, jangan melakukannya lagi.. Saya hanya sangat mencintai kalian sehingga saya akan merasa sedih jika bersebrangan dengan kalian dihadapan Allah. Apakah hujjah kalian dihadapannya jika masih mempertahankan pendapat dan menolak kebenaran untuk tetap terlibat dalam sistem kufur ini?? Mari kembali pada jalan yang lurus, bertaubat dan mengakui kesalahan sebagaimana nenek moyang kita adam melakukannya. Jangan meniru iblis dengan pembelaan MATERI yang dilakukan..

Kekhawatiran negri ini dipimpin oleh orang kafir.. Kekhawatiran nyawa kaum muslimin akan banyak melayang jika kalian tidak terlibat didalamnya.. Semua itu, tak khawatirkah kalian itu hanya kewas-wasan yang dihembuskan setan? Bukankah Allah sudah menjanjikan agama ini akan tegak dan kaum mukminin akan menjadi pemimpin? Siapkanlah diri untuk itu, siapkan diri untuk mempersiapkan momentum itu. Tak sedihkah kiranya semua negara dilanda konflik tapi tak ada keahlian apapun yang dapat kita berikan untuk menegakkan agamaNya?

Kembalilah, saudaraku.. Mari bertaubat, dengan taubat yang benar...



MasturaaAria

Salam Penuh Cinta,


|UmmuHumaira|

Hati Yang Sehat, Hati Yang Sakit, dan Hati Yang Mati



Hati Yang Sehat Karena ada hati yang disifati hidup dan sebaliknya maka keadaan hati dapat dikelompokkan menjadi tiga macam :

1. Pertama, hati yang sehat yaitu hati yang bersih yang seorang pun tak akan bisa selamat pada Hari Kiamat kecuali jika dia datang kepada Allah dengannya, sebagaimana firman Allah,
"(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara': 88-89).

Disebut qalbun salim (hati yang bersih, sehat) karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hatinya, sebagaimana kata Al-Alim, Al-Qadir (Yang Maha Mengetahui, Mahakuasa). Di samping, ia juga merupakan lawan dari sakit dan aib. Orang-orang berbeda pendapat tentang makna qalbun salim. Sedang yang merangkum berbagai pendapat itu ialah yang mengatakan qalbun salim yaitu hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya. Ia selamat dari melakukan penghambaan kepada selain-Nya, selamat dari pemutusan hukum oleh selain Rasul-Nya, bersih dalam mencintai Allah dan dalam berhukum kepada Rasul-Nya, bersih dalam ketakutan dan berpengharapan pada-Nya, dalam bertawakal kepada-Nya, dalam kembali kepada- Nya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan mencari ridha-Nya di segala keadaan dan dalam menjauhi dari kemungkaran karena apa pun. Dan inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata.

Jadi, qalbun salim adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan apa pun. la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam kehendak, cinta, tawakal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja'(pengharapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka ia membenci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah. Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah. Dan ini tidak cukup kecuali ia harus selamat dari ketundukan serta berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia harus mengikat hatinya kuat-kuat dengan beliau untuk mengikuti dan tunduk dengannya semata, tidak kepada ucapan atau perbuatan siapa pun juga; baik itu ucapan hati, yang berupa kepercayaan; ucapan lisan, yaitu berita tentang apa yang ada di dalam hati; perbuatan hati, yaitu keinginan, cinta dan kebencian serta hal lain yang berkaitan dengannya; perbuatan anggota badan, sehingga dialah yang menjadi hakim bagi dirinya dalam segala hal, dalam masalah besar maupun yang sepele. Dia adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga tidak mendahuluinya, baik dalam kepercayaan, ucapan maupun perbuatan, sebagaimana firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya." (Al-Hujurat: 1). Artinya, janganlah engkau berkata sebelum ia mengatakannya, janganlah berbuat sebelum dia memerintahkannya. 

Sebagian orang salaf berkata, "Tidaklah suatu perbuatan -betapa pun kecilnya- kecuali akan dihadapkan pada dua pertanyaan: Kenapa dan bagaimana?" Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana kamu melakukannya? Soal pertama menanyakan tentang sebab perbuatan, motivasi atau yang mendorongnya; apakah ia bertujuan jangka pendek untuk kepentingan pelakunya, bertujuan duniawi semata untuk mendapatkan pujian orang atau takut celaan mereka, agar dicintai atau tidak dibenci ataukah motivasi perbuatan tersebut untuk melakukan hak ubudiyah (penghambaan), mencari kecintaan dan kedekatan kepada Tuhan Subhanahu wa Ta'ala dan mendapatkan wasilah (kedekatan) dengan-Nya.
Inti pertanyaan yang pertama adalah apakah kamu melaksanakan perbuatan itu untuk Tuhanmu atau engkau melaksanakannya untuk kepentingan dan hawa nafsumu sendiri? Sedang pertanyaan yang kedua merupakan pertanyaan tentang mu taba'ah (mengikuti) Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallant dalam soal ibadah tersebut. Dengan kata lain, apakah perbuatan itu termasuk yang disyariatkan kepadamu melalui lisan RasulKu atau ia merupakan amalan yang tidak Aku syariatkan dan tidak Aku ridhai? Yang pertama merupakan pertanyaan tentang keikhlasan dan yang kedua pertanyaan tentang mutaba'ah kepada Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, karena sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan pun kecuali dengan syarat keduanya.

Jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan dan jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan kedua yaitu dengan merealisasikan mutaba'ah, selamatnya hati dari keinginan yang menentang ikhlas dan hawa nafsu yang menentang mutaba'ah.

Inilah hakikat keselamatan hati yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan. 

2. Yang Kedua, Hati mati yaitu hati yang mati, yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun dengan begitu ia akan dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak mempedulikan semuanya, asalkan mendapat bagian dan keinginannya, Tuhannya rela atau murka. Ia menghamba kepada selain Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya. Jika ia memberi maka ia memberi karena hawa nafsunya. Jika ia menolak maka ia menolak karena hawa nafsunya. Ia lebih mengutamakan dan mencintai hawa nafsunya daripada keridhaan Tuhannya. Hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya. Ia terbuai dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, mabuk oleh hawa nafsu dan kesenangan dini. Ia dipanggil kepada Allah dan ke kampung akhirat dari tempat kejauhan. Ia tidak mempedulikan orang yang memberi nasihat, sebaliknya mengikuti setiap langkah dan keinginan syetan. Dunia terkadang membuatnya benci dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta selain dari kebatilan. 

Keberadaannya di dunia sama seperti gambaran yang dikatakan kepada Laila, "Ia musuh bagi orang yang pulang dan kedamaian bagi para penghuninya. Siapa yang dekat dengan Laila tentu ia akan mencintai dan mendekati." Maka membaur dengan orang yang memiliki hati semacam ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun dan menemaninya adalah kehancuran. 

3. Hati Yang Sakit adalah hati yang hidup tetapi cacat. Ia memiliki dua materi yang saling tarik-menarik. Ketika ia memenangkan pertarungan itu maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya. 

Hati yang pertama selalu tawadhu', lemah lembut dan sadar, hati yang kedua adalah kering dan mati, sedang hati yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran. Allah menjelaskan ketiga jenis hati itu dalam firman-Nya,
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai sesuatu keinginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agarDia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur'an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." (Al-Hajj: 5254). 

Dalam ayat ini Allah membagi hati menjadi tiga macam: Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati), sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya. Yang demikian itu karena hati dan anggota tubuh lainnya diharapkan agar selamat dan tidak ada penyakit di dalamnya, dan melaksanakan tujuan dari penciptaannya. Adapun penyimpangannya dari jalan lurus mungkin karena ia kering dan keras serta tidak melaksanakan apa yang semestinya diinginkan daripadanya. Seperti tangan yang putus, hidung yang bindeng, dzakar yang impoten dan mata yang tak bisa melihat sesuatu. Atau karena terdapat penyakit dan kerusakan yang menghalanginya melakukan pekerjaan secara sempurna dan berada dalam kebenaran.

Oleh sebab itu, hati terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: Hati yang sehat dan selamat, yaitu hati yang selalu menerima, mencintai dan mendahulukan kebenaran. Pengetahuannya tentang kebenaran benar-benar sempurna, juga selalu taat dan menerima sepenuhnya. 
Kedua: Hati yang keras, yaitu hati yang tidak menerima dan taat pada kebenaran.
Ketiga: Hati yang sakit, jika penyakitnya sedang kambuh maka hatinya menjadi keras dan mati, dan jika ia mengalahkan penyakit hatinya maka hatinya menjadi sehat dan selamat. 

Apa yang diperdengarkan oleh syetan dari kata-kata dan yang dibisikkannya dari berbagai keragu-raguan dan syubhat adalah merupakan fitnah terhadap dua hati tersebut. Adapun hati yang hidup dan sehat maka dia tetap tegar. Ia selalu menolak berbagai ajakan syetan itu. Ia membenci dan mengutuknya. Ia mengetahui bahwa kebenaran adalah yang sebaliknya. Ia tunduk pada kebenaran, merasa tenang dengannya dan mengikutinya. la mengetahui kebatilan apa yang dibisikkan syetan. 

Karena itu iman dan kecintaannya pada kebenaran semakin bertambah, sebaliknya ia semakin mengingkari dan membenci kebatilan. Hati yang terfitnah dengan bisikan-bisikan syetan akan terus berada dalam keraguan, sedang hati yang selamat dan sehat tak pernah terpengaruh dengan apa pun yang dibisikkan syetan. 

Hudzaifah bin Al-Yamani Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Fitnah-fitnah itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang dianyam), sebatang-sebatang. Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan hati siapa yang mengingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya, sehingga menjadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan bumi." (Diriwayatkan Muslim). 

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menyamakan hati yang sedikit demi sedikit terkena fitnah dengan anyaman-anyaman tikar, yakni kekuatan yang merajutnya sedikit demi sedikit. Beliau membagi hati dalam menyikapi fitnah menjadi dua macam:

Pertama, hati yang bila dihadapkan dengan fitnah serta merta mencintainya, seperti bunga karang menyerap air, sehingga timbullah noktah hitam di dalamnya. Demikianlah, ia terus menyerap setiap fitnah yang dihadapkan padanya, sampai hatinya menjadi hitam legam dan terbalik. Inilah makna sabda beliau "cangkir yang terbalik". Jika hati telah hitam legam dan terbalik maka ia akan dihadapkan pada dua bencana dan penyakit yang membahayakannya serta melemparkannya pada kebinasaan.

- Pertama, ia memandang sesuatu yang baik sama dengan sesuatu yang buruk. Ia menjadi tidak tahu mana yang baik, tidak pula mengingkari kemung karan. Bahkan mungkin karena sangat kronisnya penyakit ini, sehingga ia mempercayai bahwa yang baik itulah yang mungkar dan yang mungkar. itulah yang baik, yang haq adalah batil dan yang batil adalah haq.
- Kedua, ia menjadikan hawa nafsu sebagai pedoman apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ia senantiasa tunduk dan mengikuti hawa nafsunya. 

Kedua, hati putih yang memancarkan cahaya iman, di dalamnya terdapat pelita yang menerangi. Jika fitnah dihadapkan padanya ia mengingkari dan menolaknya, sehingga hatinya pun menjadi semakin bercahaya, memancarkan sinar dan semakin kokoh. Fitnah-fitnah yang menimpa hati itulah penyebab timbulnya penyakit hati. Di antara fitnah-fitnah itu adalah fitnah syahwat dan syubhat, fitnah kesalahan dan kesesatan, fitnah maksiat dan bid'ah, fitnah kezaliman dan fitnah kebodohan. Fitnah-fitnah yang pertama mengakibatkan rusaknya tujuan dan keinginan, sedang fitnah-fitnah kedua mengakibatkan rusaknya ilmu dan i'tiqad (kepercayaan). Para sahabat Radhiyallahu Anhum membagi hati menjadi empat macam. Demikian seperti disebutkan dalam riwayat yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman,
"Hati itu ada empat macam: Pertama, hati murni yang di dalamnya ada pelita yang menyala, itulah hati orang Mukmin. Kedua, hati yang tertutup, itulah hati orang kafir. Ketiga, hati yang terbalik, itulah hati orang munafik, ia mengetahui (kebenaran) tetapi mengingkarinya, ia melihat tetapi membuta. Dan terakhir hati yang terdiri dari dua materi: Iman dan kemunafikan, mana yang menang dalam pergulatan itulah yang menguasai."*} Adapun yang dimaksud dengan hati murni yaitu hati yang bebas dari selain Allah dan Rasul-Nya. Ia bebas dan selamat dari selain kebenaran. Di dalamnya ada pelita yang menyala. Itulah pelita iman. Disebut murni karena ia selamat dari berbagai syubhat batil dan syahwat sesat, juga karena di dalamnya ia memperoleh pelita yang menyinarinya dengan cahaya ilmu dan iman. Hati orang kafir disebut sebagai hati yang tertutup karena hati itu ada di dalam sampul dan penutup, sehingga tidak ada cahaya ilmu dan iman yang sampai padanya, sebagaimana firman Allah mengisahkan tentang orang-orang Yahudi, "Mereka berkata, 'Hati kami tertutup'." (Al-Baqarah: 88). 

Penutup itu Allah letakkan di atas hati mereka sebagai siksaan karena penolakan mereka terhadap kebenaran dan kecongkakan mereka sehingga tak mau menerima kebenaran. Ia adalah hati yang mati, pendengaran yang tuli, penglihatan yang buta. Dan semua itu adalah dinding yang menutupinya dari penglihatan. "Dan bila kamu membaca Al-Qur'an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka agar mereka tidak dapat memahaminya." (Al-Isra': 45-46).

Bila disebutkan pengesaan tauhid dan pengesaan mutaba'ah (ketaatan) maka orang-orang yang memiliki hati ini akan segera lari menjauhinya. Hati orang munafik disebut sebagai hati yang terbalik, sebagaimana firman Allah, "Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan oleh usaha mereka sendiri." (An-Nisa': 88). Maksudnya Allah membalikkan dan mengembalikan mereka pada kebatilan yang dahulu mereka berada di dalamnya, disebabkan oleh usaha dan perbuatan mereka yang salah. Inilah sejahat-jahat dan seburuk-buruk hati. la mempercayai bahwa yang batil adalah benar dan setia kepada para pengikut kebatilan. Sebaliknya, ia mempercayai bahwa yang haq itulah yang batil dan memusuhi orang-orang yang meng-ikuti kebenaran. Wallahul musta'an (hanya kepada Allah kita memohon pertolongan). Hati yang di dalamnya terdapat dua materi adalah hati yang imannya belum mantap dan pelitanya belum menyala. Ia belum memurnikan dirinya untuk kebenaran yang karenanya Allah mengutus para rasul. Ia adalah hati yang berisi materi kebenaran dan hal yang sebaliknya. Terkadang ia lebih dekat dengan kekafiran daripada dengan keimanan. Dan pada kali lain, ia bisa lebih dekat dengan keimanan daripada dengan kekafiran. Karena itu, ia akan dikuasai oleh yang memenangkan pergulatan antara keduanya.


Disadur dr Kitab Ighatsatul Lahfan Min Masyayidisy Syaithan - Ibnul Qoyyim Al Jauziyah.

📆Senin, 06 Dzulqaidah 1435 H

Salam Penuh Cinta,


Utiy-Naa Humaira

|Rhoudatul ‘Ilmi-Taman Ilmu|