Seorang lelaki ditanya oleh wanita yang telah dipinangnya, ‘Bagaimana jika nanti kamu mendapati hal yang tidak kamu sukai
pada diri saya?’ Lelaki itu dengan tenang menjawab, ‘Saya akan berusaha bersabar’. Kemudian
ia mengutip sebuah ayat Al Quran, katanya, ‘Bukankah
dalam Al Quran sudah disebutkan bahwa apa yang kamu sukai belum tentu baik
bagimu dan apa yang kamu benci belum tentu buruk bagimu, juga disebutkan bahwa
jika ada perkara yang ia benci, tentu ada perkara yang ia sukai dari diri
istrinya’.
Komitmen seperti ini memang sedapat mungkin dipegang dan
senantiasa dipupuk oleh para suami-istri. Bukan perkara mudah memang, namun
juga bukan suatu hal yang mustahil. Seringkali, peringatan Al Quran tersebut menjadi
oase di tengah kemelut yang terjadi
antara suami-istri. Ia menyegarkan kembali kesadaran para suami-istri bahwa
pasangannya bukanlah makhluk tanpa cela. Yang dengan itulah mereka harus saling
bersabar dan menjadikannya ladang pahala. Tentu tanpa menafikan keharusan
syariat yang lain jika keburukan pasangan sudah tak dapat ditoleransi lagi.
Selagi kekurangan, masalah atau keburukan itu tidak menyebabkan masing-masing
suami, istri atau anak terancam kehidupan imannya, ibadahnya, dan jiwanya, maka
jalan sabar adalah jalan yang paling tangguh yang dapat ditempuh.
Sabar bukan berarti menyerah pasrah atau malah tak peduli. Sabar adalah ketahanan mental untuk
mampu mengelola dan mensolusikan konflik atau masalah yang muncul, dengan
langkah paling jernih dan paling berdaya islah (perbaikan) dalam koridor
syariat. Namun, sabar tidak lagi disebut sabar jika tanpa penyerahan diri yang
total kepada segala takdir Allah (tawakal) setelah seluruh potensi kita
kerahkan. Tawakal membuat sabar tidak sia-sia, ia adalah nafas dari kesabaran
yang benar.
Dalam kitab Riyadhus
Shalihin – Imam An-Nawawi, sebuah hadits menyebutkan bahwa sabar adalah pelita yang
menyinari manusia dan shalat adalah cahaya. Mengapa sabar disebut pelita?
Karena dalam kesabaran ada panas sebagaimana pelita yang mengeluarkan panas
ketika bersinar, innahu dhiya. Kata dhiya disamakan pula penggunaannya ketika
Allah menyebutkan tentang matahari, Huwalladzi ja’ala syamsa dhiyaa-an,
Dialah yang menjadikan matahari bersinar (QS. Yunus:5). Karena di dalam sabar ada
panas hati, capek, dan kesulitan yang besar, maka dari itu pahala sabar tanpa
batas (Az-Zumar:10). Tapi, hanya
dengan sinar kesabaran itulah suami-istri tidak gelap hati, mereka dapat jelas
melihat jalan keluar atas kekurangan pasangan, musibah, juga masalah-masalah
yang bermunculan.
Sabar pun menjadi jalan para suami atau istri mendapatkan
keberpihakan Allah, pertolongan, ampunan, rahmat, dan petunjuk. Disebutkan
dalam AlQuran:
“…Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 153)
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa
musibah mereka berkata, innalillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami
milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh
ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS. Al Baqarah:155-157)
Dan ternyata sabar Allah rendengkan dengan shalat, Allah
menyuruh kita meminta pertolongan padanya dengan sabar dan shalat. Rupanya ada
hikmah luar biasa dibalik penggabungan ini, karena jika sabar adalah sinar (dhiya)
yang mengandung panas, maka shalat adalah cahaya dalam pengertian nuur, yang dingin dan sejuk.
Seperti halnya bulan yang bercahaya di malam hari, tenang menyelimuti hati. Huwalladzi ja’ala
syamsa dhiyaa-an wal qamara nuuran, Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya (QS. Yunus:5). Maka, Maha Benar Allah yang berfirman;
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada
Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah:153)
Jika Allah sudah berpihak pada kita, menolong dan merahmati
kita, saksikanlah keajaiban-keajaiban akan terjadi, baik dengan dikabulkannya
doa-doa kita maupun dihilangkannya kesedihan dari hati kita sehingga kehidupan
keluarga kita terarah mengikuti petunjukNya.
Salam,
Ute Hime K
No comments :
Post a Comment