Secara
bahasa, ilah dapat diartikan sebagai
“tuhan” atau “yang disembah”. Namun, tahukah kalian kalau kata TUHAN berawal
dan berasal dari legenda Yunani mengenai dewa-dewa? Tuhan adalah penyebutan
lain dari dewa, yang jumlahnya lebih dari satu.
Sangat berbeda dengan definisi ILAH yang kita pahami. Bahwa JELAS, islam hanya mengakui SATU ILAH, yakni ALLAH. Maka, mari berhenti
menyebut TUHAN tanpa embel-embel Allah, karena akan multitafsir sekali
maknanya. Lagipula, meniru suatu kaum dalam hal aqidah dan ibadah, termasuk
penyebutan ilah, membuat kita tak
berbeda dengan mereka, bukan?
"Barangsiapa
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Daud,
Al-Libas, 3512. Al-Albany berkata dalam Shahih Abu Daud, Hasan Shahih no. 3401)
Baik,
kali ini saya akan menjelaskan ulang materi tauhid yang saya dapatkan secara
rutin tiap pekan. Ma’af, karena lamanya waktu posting karena banyak hal yang
terjadi dan mengacaukan jadwal saya. Insya Allah, saya akan istiqomah
“menuliskannya” kembali agar tulisan ini kelak menjadi BUKTI bahwa saya
bersama-sama dengan para penegak risalah tak lelah berdakwah.
Dalam menjadikan Allah
sebagai ilah terkandung empat pengertian yaitu al marghub, al mahbub, al matbu’ dan al marhub.
1. Al-Marghub ( yang DIHARAPKAN )
Yaitu Dzat yang senantiasa diharapkan.
Karena Allah selalu memberikan kasih sayang-Nya dan di tangan-Nyalah segala
kebaikan. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 180)
Dalam ayat lain Allah SWT juga
berfirman,
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.” (QS.
Al-Ghaafir: 60)
Oleh karena itu hanya Allah yang diharap,
karena Ia Maha Memberi dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya. Seperti dalam kisah
Nabi Zakaria AS dan istrinya, ketika itu mereka sudah lama tidak dikaruniai
anak. Lalu Nabi Zakaria AS berdoa kepada Allah SWT, dan Allah mengabulkan
doanya. Kisah ini terekam dalam Al-Qur’an,
“Dan
(ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah
Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.”
Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami
jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka
berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu’ kepada Kami.” (QS.
Al-Anbiyaa’: 90).
2. Al-Mahbub ( yang DICINTAI )
“… Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah …” (QS. Al-Baqarah:
165)
Jika kita mengakui bahwa Allah adalah ilahi, maka yang harus kita lakukan adalah MENCINTAINYA. Cinta adalah energi spiritual terbesar yang akan menjadi pusat keimanan dan keyakinan kita. Jika kita mencintai seseorang, tentu kita percaya padanya dan mempercayakan hidup kita kepadanya bukan? Maka letakkanlah Allah pada LEVEL yang jauh lebih TINGGI. Bahwa kecintaan kita membuat kita sangat membutuhkannya, tidak dapat hidup tenang tanpa ridho-Nya.
Jika kita mengakui bahwa Allah adalah ilahi, maka yang harus kita lakukan adalah MENCINTAINYA. Cinta adalah energi spiritual terbesar yang akan menjadi pusat keimanan dan keyakinan kita. Jika kita mencintai seseorang, tentu kita percaya padanya dan mempercayakan hidup kita kepadanya bukan? Maka letakkanlah Allah pada LEVEL yang jauh lebih TINGGI. Bahwa kecintaan kita membuat kita sangat membutuhkannya, tidak dapat hidup tenang tanpa ridho-Nya.
Masalah
cinta memang masalah yang tak pernah usai. Dan biarkan kerumitan itu mengalir
menjadi hal yang kita CARI maknanya, perdalam rasanya, dan mengembara bersama
semua getaran yang mengalir disekitar kita.
Benarlah
Allah dengan firmanNya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah,
maka GEMETARLAH hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya
maka bertambahlah keimanan mereka dan kepada Allah lah mereka BERTAWAKKAL” (QS
Al-Anfal:2)
Gemetar
adalah tanda keimanan. Keimanan dapat kita raih dengan kecintaan. Bukankah
ketika kita merasa mencintai seseorang, qalbu kita bergetar hanya karena
mendengar namanya? Maka Zat mana lagi yang lebih layak mendapat penghormatan
serupa?
“Sesungguhnya
IKATAN IMAN yang paling KUAT adalah engkau cinta karena Allah dan engkau benci
karena Allah” (HR Ahmad)
Bagaimana
implementasinya? Cinta kita dapat dikatakan sempurna.. iman kita dapat
dikatakan kuat... jika kita mencintai AMAL yang Allah sukai dan membenci AMAL
yang dibenci-Nya. Saya katakan sekali lagi, AMAL. Yah, bukan SIAPA yang mengerjakannya. Lantas, apabila ada
nonmuslim yang menolong muslim yang kesulitan, memberi persediaan makannya,
apakah kita harus mencintainya? Ya, cintai perbuatan BAIKNYA, tapi bencilah
KEYAKINANNYA yang MENYEKUTUKAN Allah. Balaslah perbuatan baiknya dengan
kebaikan yang serupa atau lebih baik, dalam hal muamalah. Namun, dalam hal
aqidah, jelas kita harus membentangkan tabir sikap.
Dalam
sebuah hadits rasulullah bersabda, “Ada tiga indikasi manisnya iman.
Pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih kau cintai daripada selain keduanya, kau
cintai orang lain karena Allah, dan engkau benci kembali kepada kekafiran
sebagaimana engkau benci bila dilempar ke neraka” (HR Bukhori).
Jelas, bukan?
3. Matbu’ ( yang DIPATUHI )
“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah….” (QS. Adz-Dzaariyat: 50)
Allah pun
berfirman, menggambarkan bagaimana orang-orang kafir mencintai tandingan Allah
SEBAGAIMANA mereka MENCINTAI ALLAH. Mereka menyekutukannya, tapi mereka tidak
menyadarinya. Perhatikan baik-baik QS Al-Baqarah : 165-167
ini,
“dan
diantara manusia ada orang-orang yang MENYEMBAH TANDINGAN-TANDINGAN ALLAH,
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat SIKSA bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaanNya. Yaitu ketika orang-orang
YANG DIIKUTI BERLEPAS DIRI DARI YANG MENGIKUTINYA, dan mereka MELIHAT SIKSA dan
ketika HUBUNGAN DIANTARA MEREKA TERPUTUS SAMA SEKALI. Dan Berkatalah
orang-orang yang mengikuti : seandainya kami dapat kembali kedunia, niscaya
pasti kami akan BERLEPAS DIRI dari mereka sebagaimana mereka berlepas diri dari
kami. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi
SESALAN bagi mereka, dan sekali-kali mereka TIDAK AKAN KELUAR DARI API NERAKA”
Sejak
dahulu, risalah nabi ternodai oleh pemuka-pemuka suku yang menjelma menjadi
pemuka agama suatu kaum. Para pemuka kaum Yahudi MENGGANTI-GANTI isi kitab
Taurat padahal mereka mengetahuinya dan kaum mereka mengikutinya. Apakah mereka
yang mengikuti dan merasa yakin karena KEBODOHAN mereka lepas dari api neraka.
Tidak, tentu tidak sama sekali. Karena itu, tsiqoh dalam hal pemahaman, tidak
pernah bisa si terima.
Kenapa
begitu? Karena makna sami’na wa atho’na
artinya adalah kami MENDENGAR dan kami TAAT. Sami’ dalam bahasa arab bukan
hanya berarti MENDENGAR. Tapi juga termasuk MENDENGAR DENGAN MASUKNYA PEMAHAMAN.
Selain itu, perintah Allah dalam QS Annisa : 59 adalah
perintah untuk secara MUTHLAQ mentaati Allah dan Rasulnya, tapi tidak secara
mutlak kepada ulil amri. Kenapa? Karena mereka manusia biasa yang memiliki
salah dan khilaf.
“Tidak
ada ketaatan dalam kemaksiatan, ketaatan hanya dalam perkara yang ma’ruf” (HR
Muslim).
Tentu
kita mengenal betul hadits ini. Pahamilah, maka insya Allah kita dapat mencapai
level baru dalam iman dan mampu bertawakkal secara penuh terhadap takdir Allah
seperti yang Dia ingatkan dalam firman-Nya diatas.
Maka apa
yang dapat kita lakukan jika kita tersesat karena mengikuti KEBANYAKAN MANUSIA
dan Allah menjadi HAKIM diantara kita? Tsumma na’udzubillah. Cermati ayat ini:
“Pada
hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: alangkah
baiknya andai kami TAAT KEPADA ALLAH DAN RASUL. Dan mereka berkata: ya tuhan
kami, sesungguhnya kami telah menaati PEMIMPIN-PEMIMPIN kami lalu mereka
MENYESATKAN KAMI DARI JALAN YANG BENAR. Ya tuhan kami, timpakanlah azab kepada
mereka dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar” (QS
Al-Ahzab : 66-68)
Dihari
itu, apalah gunanya SUMPAH SERAPAH? Allah.. tunjukilah kami jalan yang lurus...
4. Marhub (yang DITAKUTI)
“……….Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang
berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 13)
Ketika kita mengakui Allah sebagai Ilah, setelah kita mencintai dan mentaatinya, tentu kita akan merasa takut pada SIKSANYA dan MURKANYA. Bagaimana bisa cinta dan ketakutan bersatu?
Bisa.
Jika kita
mencintai seseorang, kita tentu akan resah sekali jika melakukan hal yang tidak
disukainya, dan takut dia meninggalkan kita. Begitu pula KECINTAAN pada Allah.
Kita akan merasa khawatir tak ada lagi berkah dalam setiap yang kita lakukan,
dan takut kalau-kalau dosa kita tak termaafkan. Hingga DIA berpaling dan
membiarkan kita dalam KESESATAN yang NYATA.
Bagi yang
tidak memiliki iman, mereka sekali-kali tidak akan resah dengan semua ini.
“Allah
berfirman: janganlah kamu menyembah dua tuhan, sesunggunya Dialah tuhan yang
Maha Esa maka hendaklah kepadaKu saja kamu takut. (QS An-Nahl : 51)
“Bagaimana
aku takut pada SEMBAHAN-SEMBAHAN yang kamu persekutukan padahal kamu tidak
takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak
menurunkan HUJJAHNYA kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah diantara
dua golongan itu yang lebih berhak mendapatkan keamanan, jika kamu mengetahui?
(QS A-An’am : 81)
Lalu,
bagaimana dengan rasa takut yang lain? Seperti takut pada kegelapan, hewan
buas, dan musuh saat perang. Itu adalah ketakutan yang natural dan wajar, yang
tidak ada dosa atau pahala atasnya. Seperti rasa takut yang menyusup di hati
kaum muslimin kala perang ahzab, namun mereka yakin jika mereka gugur, mereka
akan syahid dan ketakutan itu TERTUTUPI oleh bayang-bayang KENIKMATAN SURGA.
Tertutupi, bukan menghilang.
Demikianlah
makna ilah yang disampaikan pada
kajian Jumat, 22 Agustus 2014. Semoga catatan ini bermanfaat bagi yang dapat
menuai hikmah darinya, dan semoga kita dapat meningkatkan keimanan kita dengan
meresapi makna ilah ini. Sedikit demi
sedikit, jika kita memahaminya, niscaya tak ada lagi ruang untuk memikirkan
dunia dan segala kenikmatannya, in syaa Allah.
Tambahan :
Diantara hak hak Preogratif ke-Ilahan adalah sebagai berikut:
-Hukum hanyalah milik Allah
Ta'ala saja
-Hak membuat syari'at
dan undang undang, menghalalkan sesuatu danmengharamkannya adalah hanya milik
Allah Ta'ala saja.
-Hanya
Allah saja yang menentukan hukum
sesuai apa yang Dia kehendaki dan tidak seorangpun dapat mengkritik hukum yang
Dia tetapkan.
-Hanya
Allah Ta'ala saja yang tidak dimintai
pertanggung jawaban, sedangkan selain-Nya maka mereka semua akan dimintai
pertanggung jawaban terhadap apa yang telah mereka lakukan.
-Hanya
Allah Ta'ala saja yang dicintai karena
Dzat-Nya, sedangkan selain-Nya maka mereka semua dicintai karena Allah dan
atas izin dan perintah dari Allah.
-Hanya
Allah Ta'ala saja yang ditaati karena
Dzat-Nya, sedangkan selain Allah Ta'ala maka mereka semua ditaati
karena-Nya dan dalam rangka mentaati-Nya.
-Hanya
Allah Ta'ala saja yang dapat memberikan
manfaat dan mendatangkan mudarat.
My World
Salam Penuh
Cinta,
Humairaa
Subhanallah...
ReplyDelete