Termasuk Yang Manakah Kita ???


Ada 3 Cara seseorang memposisikan Allah Swt. Ketiganya terefleksikan didalam menjalankan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Bahasa gampangnya, itu semua dapat dilihat dari ibadah sehari-hari seseorang. Kita akan melihat bagaimana posisi ikhlas masuk dibalik ketiga cara tersebut.

1. Ibadah seorang hamba

            Hamba atau budak dalam bahasa arab disebut ‘abdun ( laki-laki ) atau ‘amatun ( perempuan ). Kata ini satu akar dengan kata ‘ibad atau ‘ibadah, sehingga ibadah dapat diartikan sebagai ekspresi penghambaan seorang terhadap ang Khaliq, yaitu Allah Swt.

Hamba atau budak pasti akan senantiasa menunaikan suatu aktivitas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, baik ia suka maupun tidak suka. Hal itu ia lakukan karena pekerjaan tersebut merupakan perintah tuannya. Oleh sebab itu, ia memahami sebagai sebuah kewajiban yang mutlak untuk dijalankan.

Demikian juga orang beriman yang beribadah atau menghamba dalam menjalankan syariat Islam. Ada yang menjalankannya dengan ‘terpaksa’ karena sudah menjadi kewajiban baginya. Ini ia lakukan dalam setiap ibadah, baik berupa ibadah mahdhah ataupun ibadah mu’amalah.

Dilihat dari cara orang tersebut menerima titah dan menjalankan perintah, ia tak ubahnya seperti seorang hamba sahaya yang harus menjalankan suatu aktivitas hanya karena perintah dari tuannya.


Lalu, dimana posisi Ikhlas ? Jangan-jangan ini berarti ia sama saja dengan tidak ikhlas. Jawabannya adalah, InsyaaAllah segala amlanya tetap akan dicatat sebagai ibadah yang memiliki nilai keikhlasan meskipun ia menjalankannya karena sekedar menggugurkan kewajiban. Mengapa bisa demikian ? Ya, itu semua bisa dinilai demikian asalkan ketika menjalankan perintah tersebut, di dalam hatinya tetap ia niatkan karena Allah-lah yang memerintahkannya, bukan yang lain.

2. Ibadah Pedagang

            Hanya pedagang yang senantiasa berharap agar pada setiap transaksi yang dilakukan, ia selalu memperoleh keuntungan, alias laba. Jika ada pedagang tidak berharap untung atau laba, mungkin ia bukan pedagang, melainkan orang yang berprofesi lain, Cuma tampak seperti pedagang atau entah siapa. Wallahu a’lam.

            Demikian juga dengan orang-orang beriman dan menjalankan setiap ajaran syariat Islam sebagai kensekuensi keimanannya. Ia melaksanakan ibadah karena mengharap imbalan tau pahala, serta balasan syurga dari Allah Swt di akhirat kelak.

            Apakah salah seorang hamba  berbuat demikian ? Tentu tidaklah salah, apalagi dosa, tentu tidak sama sekali. Sebab Allah Swt memang memberikan janji syurga bagi para hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa, serta mengancam dimasukkan ke neraka bagi mereka yang ‘bandel’ dan selalu melanggar larangan-Nya.

            Pertanyaan berikutnya, dimana posisi Ikhlas ? Jangan-jangan ini berarti kalau beribadah mengharap syurga, ia tidak ikhlas. Jawabannya, tentu tidaklah demikian, Allah Swt Maha Mengetahui selera para hambanya. MAyoritas mereka senang terhadap sesuatu yang menyenangkan. Oleh sebab itu, Allah Swt menjanjikan tempat bernama syurga bagi para hamba-Nya yang taat kepada-Nya, serta mengancam neraka bagi yang durhaka.

            Ketahuilah, betapapun seorang hamba menjalankan ibadah karena menginginkan syurga dan karena takut pada neraka, InsyaaAllah tidak menghilangkan nilai keikhlasannya. Namun, dengan syarat apabila didalam hatinya yang paling dalam, ia tetap niatkan semata-mata karena Allah Swt, Dzat yang telah menjanjikan syurga, suatu kenikmatan yang tiada habisnya. Sebaliknya, Dia juga yang mengancam neraka sebagai siksa yang tiada terperi jika ia meninggalkan perintah-Nya.


3. Ibadah Seorang Kekasih

            Hanya seorang kekasih yang benar-benar mencintai kekasihnya tanpa pamrih, akan berbuat apa saja tanpa mengaharap imbalan atau balasan dari yang ia cintai. Orang-orang yang berbuat atas dasar cinta akan semangat dan sumringah dengan apa yang sedang ia perbuat.

            Oleh sebab itu, seorang hamba yang beribadah karena cinta kepada Allah Swt, ia akan melakukan apa saja yang telah diperintahkan oleh Allah Swt kepadanya, tanpa memperdulikan apakah Allah Swt akan membalas perbuatan tersebut atau tidak. Baginya, bisa berbuat untuk Dzat yang sangat ia cintai sudah merupakan sesuatu yang amat sangat berharga.

            Sungguh, cinta karena Allah Swt benar-benar menjadi partner ketulusan dan keikhlasan. Cinta menginspirasi seseorang untuk berbuat atas nama kesenangan, sedangkan keikhlasan menginspirasi seseorang atas nama Allah Swt. Cinta seseorang dapat terjadi meski bukan karena Allah,  misal cinta karena syahwat, cinta karena harta, cinta karena pangkat dan kedudukan, bahkan ada juga yang cinta karena kesehatan yang dimiliki. Ketahuilah, hanya cinta yang lahir atas nama Allah Swt, yang akan bertemu dengan nilai-nilai ketulusan dan keikhlasan. Ia menjadi semacam perkat dan bumbu yang membuat ibadah seseorang terasa semakin nikmat dan nikmat sekali.

           
Termasuk Yang Manakah KITA ???

Salam,

Ute Hime K.

1 comment :

  1. Saya tidak tau termasuk golongan ibadah yang manakah saya.
    Yang jelas saya cinta sama alloh tapi saya mengharapkan imbalan.

    ReplyDelete