Segala puji bagi Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para
sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Siapakah yang pantas
menjadi wanita idaman? Bagaimana kriterianya? Ini sangat perlu sebelum
melangkah ke jenjang pernikahan, sehingga si pria tidak salah dalam memilih.
Begitu juga kriteria ini dimaksudkan agar si wanita bisa selalu introspeksi
diri. Semoga bermanfaat.
Kriteria
Pertama: Memiliki Agama yang Baik
Inilah yang harus jadi
kriteria pertama sebelum kriteria-kriteria lainnya. Tentu saja wanita idaman
memiliki aqidah yang bagus, bukan malah aqidah yang salah jalan. Seorang wanita
yang baik agamanya tentu saja tidak suka membaca ramalan-ramalan bintang
seperti zodiak dan shio. Karena ini tentu saja menunjukkan rusaknya aqidah
wanita tersebut. Membaca ramalan bintang sama halnya dengan mendatangi tukang
ramal. Bahkan ini lebih parah dikarenakan tukang ramal sendiri yang datang ke
rumahnya dan ia bawa melalui majalah yang memuat berbagai ramalan bintang
setiap pekan atau setiap bulannya. Jika cuma sekedar membaca ramalan tersebut,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ
عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang
mendatangi tukang ramal, lalu ia bertanya mengenai sesuatu, maka shalatnya
tidak diterima selama 40 malam.”[1] Jika sampai membenarkan ramalan tersebut, lebih parah lagi
akibatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ
عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى
مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa mendatangi
dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia
telah kufur pada Al Qur’an yang diturunkan pada Muhammad.”[2]
Begitu pula ia paham
tentang hukum-hukum Islam yang berkenaan dengan dirinya dan juga untuk mengurus
keluarga nantinya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga memerintahkan seorang pria untuk memilih
perempuan yang baik agamanya. Beliau bersabda,
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ
لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ
تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Perempuan itu dinikahi
karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah
perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang
yang merugi”.[3]
Perhatikanlah kisah
berikut yang menunjukkan keberuntungan seseorang yang memilih wanita karena
agamanya.
Yahya bin Yahya an
Naisaburi mengatakan bahwa beliau berada di dekat Sufyan bin Uyainah ketika ada
seorang yang menemui Ibnu Uyainah lantas berkata, “Wahai Abu Muhammad, aku
datang ke sini dengan tujuan mengadukan fulanah -yaitu istrinya
sendiri-. Aku adalah orang yang hina di hadapannya”. Beberapa saat
lamanya, Ibnu Uyainah menundukkan kepalanya. Ketika beliau telah menegakkan
kepalanya, beliau berkata, “Mungkin, dulu engkau menikahinya karena ingin
meningkatkan martabat dan kehormatan?”. “Benar, wahai Abu Muhammad”,
tegas orang tersebut. Ibnu Uyainah berkata,
مَنْ ذَهَبَ إِلىَ العِزِّ
اُبْتُلِيَ بِالذَّلِّ وَمَنْ ذَهَبَ إِلَى الماَلِ اُبْتُلِيَ بِالفَقْرِ وَمَنْ
ذَهَبَ إِلىَ الدِّيْنِ يَجْمَعُ اللهُ لَهُ العِزَّ وَالماَلَ مَعَ الدِّيْنِ
“Siapa yang menikah karena
menginginkan kehormatan maka dia akan hina. Siapa yang menikah karena cari
harta maka dia akan menjadi miskin. Namun siapa yang menikah karena agamanya
maka akan Allah kumpulkan untuknya harta dan kehormatan di samping agama”.
Kemudian beliau mulai
bercerita, “Kami adalah empat laki-laki bersaudara, Muhammad, Imron, Ibrahim
dan aku sendiri. Muhammad adalah kakak yang paling sulung sedangkan Imron
adalah bungsu. Sedangkan aku adalah tengah-tengah. Ketika Muhammad hendak
menikah, dia berorientasi pada kehormatan. Dia menikah dengan perempuan yang
memiliki status sosial yang lebih tinggi dari pada dirinya. Pada akhirnya dia
jadi orang yang hina. Sedangkan Imron ketika menikah berorientasi pada harta.
Karenanya dia menikah dengan perempuan yang hartanya lebih banyak dibandingkan
dirinya. Ternyata, pada akhirnya dia menjadi orang miskin. Keluarga istrinya
merebut semua harta yang dia miliki tanpa menyisakan untuknya sedikitpun. Maka
aku penasaran, ingin menyelidiki sebab terjadinya dua hal ini.
Tak disangka suatu hari
Ma’mar bin Rasyid datang. Kau lantas bermusyawarah dengannya. Kuceritakan
kepadanya kasus yang dialami oleh kedua saudaraku. Ma’mar lantas menyampaikan
hadits dari Yahya bin Ja’dah dan hadits Aisyah. Hadits dari Yahya bin ja’dah
adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perempuan itu dinikahi
karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah
perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang
yang merugi” (HR Bukhari dan Muslim). Sedangkan hadits dari Aisyah adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Perempuan yang paling besar berkahnya adalah yang
paling ringan biaya pernikahannya” (HR Ahmad no 25162, menurut Syeikh Syu’aib
al Arnauth, sanadnya lemah). Oleh karena itu kuputuskan untuk menikah karena
faktor agama dan agar beban lebih ringan karena ingin mengikuti sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar dugaan Allah
kumpulkan untukku kehormatan dan harta di samping agama.[4]
Inilah kriteria wanita
idaman yang patut diperhatikan pertama kali –yaitu baiknya agama- sebelum
kriteria lainnya, sebelum kecantikan, martabat dan harta.
Kriteria
Kedua: Selalu Menjaga Aurat
Kriteria ini pun harus
ada dan jadi pilihan. Namun sayangnya sebagian pria malah menginginkan wanita
yang buka-buka aurat dan seksi. Benarlah, laki-laki yang jelek memang
menginginkan wanita yang jelek pula.
Ingatlah, sangat bahaya
jika seorang wanita yang berpakaian namun telanjang dijadikan pilihan.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا
النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari
penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki
cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang
berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk
unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan
mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[5] Di antara makna wanita yang
berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah:
1.
Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja
menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian
tetapi telanjang.
2.
Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.[6]
Sedangkan aurat wanita
yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah
dan telapak tangan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah
kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah
mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab
[33] : 59). Jilbab bukanlah penutup
wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai
khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga
berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah kepada wanita
yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang
boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.[7]
Kriteria
Ketiga: Berbusana dengan Memenuhi Syarat Pakaian yang Syar’i
Wanita yang menjadi
idaman juga sepatutnya memenuhi beberapa kriteria berbusana berikut ini yang
kami sarikan dari berbagai dalil Al Qur’an dan As Sunnah.
Syarat pertama: Menutupi seluruh tubuh
(termasuk kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.
Syarat kedua: Bukan memakai
pakaian untuk berhias diri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap
di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang
jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33).
Abu ‘Ubaidah mengatakan,
“Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan,
“Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong
syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[8]
Syarat ketiga: Longgar, tidak ketat
dan tidak tipis sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Syarat keempat: Tidak diberi
wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ
اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan yang mengenakan
wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang
dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.”[9]
Dari Yahya bin Ja’dah,
“Di masa pemerintahan Umar bin Khatab ada seorang perempuan yang keluar rumah
dengan memakai wewangian. Di tengah jalan, Umar mencium bau harum dari
perempuan tersebut maka Umar pun memukulinya dengan tongkat. Setelah itu beliau
berkata,
تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن وإنما قلوب الرجال عند أنوفهم اخرجن تفلات
“Kalian, para perempuan
keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki mencium bau harum
kalian?! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan oleh bau yang dicium oleh
hidungnya. Keluarlah kalian dari rumah dengan tidak memakai wewangian”[10].
Dari Ibrahim, Umar (bin
Khatab) memeriksa shaf shalat jamaah perempuan lalu beliau mencium bau harum
dari kepala seorang perempuan. Beliau lantas berkata,
لو أعلم أيتكن هي لفعلت ولفعلت
لتطيب إحداكن لزوجها فإذا خرجت لبست أطمار وليدتها
“Seandainya aku tahu siapa
di antara kalian yang memakai wewangian niscaya aku akan melakukan tindakan
demikian dan demikian. Hendaklah kalian memakai wewangian untuk suaminya. Jika
keluar rumah hendaknya memakai kain jelek yang biasa dipakai oleh budak
perempuan”. Ibrahim mengatakan, “Aku mendapatkan kabar bahwa perempuan yang
memakai wewangian itu sampai ngompol karena takut (dengan Umar)”[11].
Syarat kelima: Tidak menyerupai
pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
“Rasulullah melaknat kaum
pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” [12]
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.[13]
Inilah di antara beberapa
syarat pakaian wanita yang harus dipenuhi. Inilah wanita yang pantas dijadikan
kriteria.
Kriteria
keempat: Betah Tinggal di Rumah
Di antara yang
diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah
dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali
ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan
masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan tinggallah kalian
di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan
sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).
Ibnu Katsir ketika
menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam
rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada
kebutuhan”.[14]
Disebutkan bahwa ada
orang yang bertanya kepada Saudah -istri Rasulullah-, “Mengapa engkau tidak
berhaji dan berumrah sebagaimana yang dilakukan oleh saudari-saudarimu (yaitu
para istri Nabi yang lain, pent)?” Jawaban beliau, “Aku sudah pernah berhaji
dan berumrah, sedangkan Allah memerintahkan aku untuk tinggal di dalam rumah”.
Perawi mengatakan, “Demi Allah, beliau tidak pernah keluar dari pintu rumahnya
kecuali ketika jenazahnya dikeluarkan untuk dimakamkan”. Sungguh moga Allah
ridha kepadanya.
Ibnul ‘Arabi bercerita,
“Aku sudah pernah memasuki lebih dari seribu perkampungan namun aku tidak
menjumpai perempuan yang lebih terhormat dan terjaga melebihi perempuan di
daerah Napolis, Palestina, tempat Nabi Ibrahim dilempar ke dalam api. Selama
aku tinggal di sana aku tidak pernah melihat perempuan di jalan saat siang hari
kecuali pada hari Jumat. Pada hari itu para perempuan pergi ke masjid untuk ikut
shalat Jumat sampai masjid penuh dengan para perempuan. Begitu shalat Jumat
berakhir mereka segera pulang ke rumah mereka masing-masing dan aku tidak
melihat satupun perempuan hingga hari Jumat berikutnya”.[15]
Dari Abdullah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ،
وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ فَتَقُولُ:
مَا رَآنِي أَحَدٌ إِلا أَعْجَبْتُهُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ إِلَى اللَّهِ إِذَا
كَانَتْ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا”
“Sesungguhnya perempuan
itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan
yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”.[16]
Kriteria
Kelima: Memiliki Sifat Malu
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ
بِخَيْرٍ
“Rasa malu tidaklah
mendatangkan kecuali kebaikan.”[17]
Kriteria ini juga
semestinya ada pada wanita idaman. Contohnya adalah ketika bergaul dengan pria.
Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah perhatikan
contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ
وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ
امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى
يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ
فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)
“Dan tatkala ia sampai di
sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang
meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua
orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu
(dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat
meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan
(ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut
umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.”
(QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu
berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Namun coba
bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!
Tidak cukup sampai di
situ kebagusan akhlaq kedua wanita tersebut. Lihatlah bagaimana sifat mereka
tatkala datang untuk memanggil Musa ‘alaihis salaam; Alloh
melanjutkan firman-Nya,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا
تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ
مَا سَقَيْتَ لَنَا
“Kemudian datanglah kepada
Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan penuh rasa malu,
ia berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan
terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.‘” (QS. Al Qashash : 25)
Ayat yang mulia
ini,menjelaskan bagaimana seharusnya kaum wanita berakhlaq dan bersifat malu.
Allah menyifati gadis wanita yang mulia ini dengan cara jalannya yang penuh
dengan rasa malu dan terhormat.
Amirul Mukminin Umar bin
Khoththob rodiyallohu ‘anhu mengatakan, “Gadis itu menemui
Musa ‘alaihis salaam dengan pakaian yang tertutup rapat, menutupi
wajahnya.” Sanad riwayat ini shahih.[18]
Kisah ini menunjukkan
bahwa seharusnya wanita selalu memiliki sifat malu ketika bergaul dengan lawan
jenis, ketika berbicara dengan mereka dan ketika berpakaian.
Demikianlah kriteria
wanita yang semestinya jadi idaman. Namun kriteria ini baru sebagian saja. Akan
tetapi, kriteria ini semestinya yang dijadikan prioritas.
Intinya, jika seorang
pria ingin mendapatkan wanita idaman, itu semua kembali pada dirinya. Ingatlah:
”Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”. Jadi, hendaklah seorang pria
mengoreksi diri pula, sudahkah dia menjadi pria idaman, niscaya wanita yang ia
idam-idamkan di atas insya Allah menjadi pendampingnya. Inilah kaedah umum yang
mesti diperhatikan.
Semoga Allah memudahkan
kita untuk selalu mendapatkan keberkahan dalam hidup ini.
Segala puji bagi Allah
yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Hamasah Shalihat !!
Jadilah Perhiasan Terindah diDunia !!
Jadilah Wanita Yang Dicemburui Para Bidadari Syurga !!
Heum :) Betapa Indahnya...
Jadilah Perhiasan Terindah diDunia !!
Jadilah Wanita Yang Dicemburui Para Bidadari Syurga !!
Heum :) Betapa Indahnya...
Rumaysho.com
Salam,
@Humaira
FootNote
[1] HR. Muslim
no. 2230, dari Shofiyah, dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
[2] HR. Ahmad (2/492).
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[3] HR. Bukhari no.
5090 dan Muslim no. 1446, dari Abu Hurairah.
[4] Tahdzib al Kamal,
11/194-195, Asy Syamilah.
[5] HR. Muslim no.
2128, dari Abu Hurairah.
[6] Al Minhaj Syarh
Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/190-191, Dar Ihya’ At Turots,
cetakan kedua.
[7] Lihat Jilbab
Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14.
[8] Lihat Zaadul
Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.
[9] HR. An Nasa’i, Abu
Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323
mengatakan bahwa hadits ini shohih.
[10] HR Abdurrazaq dalam
al Mushannaf no 8107.
[11] Riwayat Abdur Razaq
no 8118.
[12] HR. Bukhari no.
6834.
[13] HR. Ahmad dan Abu
Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad
hadits inijayid/bagus.
[14] Tafsir Al Qur’an
Al ‘Azhim, 11/150.
[15] Tafsir al Qurthubi
ketika menjelaskan al Ahzab:33.
[16] HR Ibnu Khuzaimah
no. 1685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[17] HR. Bukhari no.
6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imron bin Hushain.
[18] Lihat Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/451.
No comments :
Post a Comment