Wasiat
salafush shalih untuk kita agar mengingat mati
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, dia berkata,
“Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat perusak kelezatan-kelezatan, yaitu
mati.” (Hadits Hasan Shahiih; diriwayatkan
Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Al-Hasan
Al-Bashry berkata,
“Kematian melecehkan dunia dan tidak menyisakan kesenangan bagi orang
yang berakal. Selagi seseorang mengharuskan hatinya untuk mengingat mati, maka
dunia terasa kecil di matanya dan segala apa yang ada di dalamnya menjadi
remeh.”
Hamid
Al-Qushairy berkata,
“Setiap orang di antara kita yakin akan datangnya kematian, sementara
kita tidak melihat seseorang bersiap-siap menghadapi kematian itu.
Setiap orang di antara kita yakin adanya surga, sementara kita
tidak melihat ada yang berbuat agar bisa masuk surga.
Setiap orang di antara kita yakin adanya neraka, sementara kita
tidak melihat orang yang takut terhadap neraka.
Untuk apa kalian bersenang-senang? Apa yang sedang kalian
tunggu? Tiada lain adalah kematian. Kalian akan mendatangi Allah dengan membawa
kebaikan ataukah keburukan. Maka hampirilah Allah dengan cara yang baik.”
Syumaith
bin Ajlan berkata,
“Siapa yang menjadikan kematian pusat perhatiannya, maka dia
tidak lagi peduli terhadap kesempitan dunia dan kelapangannya.”
Ketahuilah bahwa bencana kematian itu amat besar. Banyak orang
yang melalaikan kematian karena mereka tidak memikirkan dan mengingatnya.
Kalau pun ada yang mengingatnya, toh dia mengingatnya dengan
hati yang lalai, sehingga tidak ada gunanya dia mengingat mati.
Cara yang harus dilakukan seorang hamba ialah mengosongkan hati
tatkala mengingat kematian yang seakan-akan ada di hadapannya, seperti orang
yang hendak bepergian ke daerah yang berbahaya atau tatkala hendak naik perahu
mengarungi lautan, yang tentunya dia mengingat kecuali perjalanannya.
Cara yang paling efektif baginya ialah mengingat keadaan dirinya
dan orang-orang yang sebelumnya, mengingat kematian dan kemusnahan mereka.
Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata,
“Orang yang berbahagia ialah yang bisa mengambil pelajaran dari
orang lain.”
Abu
Darda’ berkata,
“Jika engkau mengingat orang-orang yang sudah meninggal, maka
jadikanlah dirimu termasuk mereka yang sudah meninggal.”
Ada baiknya jika dia memasuki kuburan dan mengingat orang-orang
yang sudah dipendam disana. Selagi hatinya mulai condong kepada keduniaan, maka
hendaklah dia berpikir bahwa dia pasti akan meninggalkannya dan
harapan-harapannya pun menjadi pupus.
Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu, dia
berkata,
“Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam memegangi kedua pundakku
lalu beliau bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah di dunia seakan-akan engkau adalah orang asing atau
seorang pelancong.”
(HR Bukhary dan Ahmad).
Ibnu
Umar berkata,
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau berada pada sore hari, maka janganlah menunggu sore
hariny. Pergunakanlah kesehatanmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.”
Dari
Al-Hasan, dia berkata,
“Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal kalian ada di depan mata
kalian dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.”
(Diriwayatkan Ibnu Abid-Dunya)
Dari
Abu Zakaria At-Taimy, dia berkata,
“Tatkala Sulaiman bin Abdul Malik berada di Masjidil Haram,
tiba-tiba ada yang menyodorkan selembar batu yang berukir. Lalu dia meminta
orang yang dapat membacanya. Ternyata di batu itu tertulis:
Wahai anak Adam, andaikan engkau tahu sisa umurmu, tentu engkau
tidak akan berangan-angan yang muluk-muluk, engkau akan beramal lebih banyak
lagi dan engkau tidak akan terlalu berambisi.
Penyesalanmu akan muncul jika kakimu sudah tergelincir dan
keluargamu sudah pasrah terhadap keadaan dirimu, dan engkau akan menigngalkan
anak serta keturunan.
Saat itu engkau tidak bisa kembali lagi ke dunia dan tidak bisa
lagi menambah amalmu. Berbuatlah untuk menghadapi hari kiamat, hari yang
diwarnai penyesalan dan kerugian.”
Penyebab panjangnya angan-angan
Ketahuilah, munculnya
angan-angan yang muluk-muluk ini ada dua hal:
1. Cinta Kepada Dunia.
Jika manusia sudah menyatu
dengan keduniaan, kenikmatan dan belenggunya, maka hatinya merasa berat untuk
berpisah dengan dunia, sehingga di dalam hatinya tidak terlintas pikiran
tentang mati. Padahal kematianlah yang akan memisahkan dirinya dengan dunia.
Siapa pun yang membenci
sesuatu, tentu akan menjauhkan sesuatu itu dari dirinya. Manusia selalu
dibayang-bayangi angan-angan yang batil. Dia berangan-angan sesuai dengan
kehendaknya, seperti hidup terus di dunia, mendapatkan seluruh barang yang
dibutuhkannya, seperti harta benda, tempat tinggal, keluarga dan sebab-sebab
keduniaan lainnya. Hatinya hanya terpusat pada hal-hal ini, sehingga lalai
mengingat mati dan tidak membayangkan kedekatan kematiannya.
Andakan di dalam hatinya
sesekali melintas pikiran tentang kematian dan perlu bersiap-siap
menghadapinya, tentu dia bersikap waspada dan mengingat dirinya.
Namun dia hanya berkata,
“Hari-hari
ada di depanmu hingga engkau menjadi dewasa. Setelah itu engkau bertaubat.”
Setelah dewasa dia berkata,
“Sebentar
lagi engkau akan menjadi tua.”
Setelah tua dia berkata,
“Tunggulh hingga rumah ini rampung atau biar kuselesaikan terlebih
dahulu perjalananku.”
Dia menunda-nunda dan terus
menunda-nunda…
Hingga selesainya kesibukan
demi kesibukan dan hari demi hari, hingga ajal menjemputnya tanpa disadarinya,
dan saat itulah dia akan merasakan penyesalan yang mendalam.’
Kebanyakan teriakan para
penghuni neraka ialah kata-kata,
“Andaikata”.
Mereka berkata,
“Aduhai aku benar-benar
menyesal”,
Yang juga menggambarkan
kata-kata “Andaikata”. Sumber dari seluruh angan-angan ini adalah cinta kepada
dunia
2. Kebodohan
Hal ini terjadi karena
manusia tidak mempergunakan masa mudanya, menganggap kematian masih lama
datangnya karena dia masih muda.
Apakah pemuda semacam ini
tidak menghitung bahwa orang-orang yang berumur panjang di wilayahnya tidak
lebih dari sepuluh orang?
Mengapa jumlah ornag tua
hanya sedikit? Karena banyak manusia yang meninggal dunia selagi muda.
Berbarengan dengan
meninggalnya satu orang tua, ada seribu bayi dan anak muda yang meninggal
dunia.
Dia tertipu oleh
kesehatannya dan tidak tahu bahwa kematian bisa menghampirinya secara
tiba-tiba, sekalipun dia menganggap kematian itu masih lama. Sakit bisa
menimpanya secara tiba-tiba. Jika dia jatuh sakit, maka kematian tidak jauh
darinya.
Andaikan dia mau berpikir
dan menyadari bahwa kematian itu tidak mempunyai waktu yang pasti, entah pada
musim panas, gugur atau semi, siang atau malam, tidak terikat pada umur
tertentu, muda atau tua, tentu dia akan menganggap serius urusan kematian ini
dan tentu dia akan bersiap-siap menyongsongnya.
[Oleh: al-Imam Ibnu
Qudamah, Minhajul Qasidin Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk, Pustaka
Al-Kautsar; dinukil dengan sedikit pengurangan]
Salam,
Utehime Humaira
No comments :
Post a Comment