“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS
al-Baqarah: 214)
Di dunia ini pasti tidak ada yang tidak mau masuk ke dalam
surga. Semua ingin bisa menjadi penghuninya dan menikmati berbagai kenikmatan
yang disediakan Allah di dalamnya, karena memang Allah menyediakan berbagai
kenikmatan yang tidak pernah didapat manusia di dunia.
“Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka
diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang
pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan
untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di
dalamnya.” (QS
al-Baqarah: 25)
Kenikmatan yang Allah janjikan di surga itu tidak pernah
terlihat, terdengar, terasa, bahkan tidak pernah terbayangkan sedikitpun dalam
hati manusia seperti apa gerangan. Sabda Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam.:
“Telah kusiapkan untuk
hamba-hambaKu yang soleh surga yang mata belum pernah menyaksikan, telinga
belum pernah mendengar, dan belum pernah terbersit/terbayang dalam hati.” (HR Bukhari)
Sesungguhnya surga semenjak diciptakan telah menantikan dan
merindukan para penghuninya. Setiap saat mereka memohon kepada Allah agar
disegerakan masuknya para penghuninya ke dalamnya. Nabi saw. bersabda:
“Setiap hari surga dan neraka
meminta kepada Rabbnya, surga berkata, ‘Wahai Rabbku, buah-buahanku telah
ranum, sungai-sungai telah mengalir dan aku sudah rindu kepada
kekasih-kekasihku. Maka cepatlah kirim penghuni surga kepadaku.”
Sesungguhnya ada jalan yang harus ditempuh oleh setiap muslim
ketika ia menginginkan surga. Jalan ini harus ia lewati karena memang telah
dirancang oleh Allah bagi orang yang mengharapkan surga. Apakah jalan itu? Di
dalam al-Quranul Karim, Allah telah menjelaskan ada dua jalan atau dua keadaan
yang harus ditempuh oleh manusia.
Pertama, FirmanNya:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS al-Baqarah: 214)
Ayat di atas menjelaskan bahwa bagi siapa saja yang menjadikan
surga sebagai cita-citanya maka ia harus bersiap diri merasakan penderitaan,
kesengsaraan dan kegoncangan seperti yang dialami umat-umat sebelum kita.
Penderitaan itu mereka dapat karena keteguhan mereka dalam mempertahankan iman
dan perjuangan menegakkan agama Allah.
Dikisahkan ada seorang sahabat yang bernama Khabbab bin al-Arts
rhadiallahu ‘anhu. Datang kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam mengeluhkan
penderitaan yang ia rasakan disebabkan siksaan orang-orang kafir karena ia
memeluk Islam. Rasulullah saw. kemudian memberikan nasihat kepadanya bahwa apa
yang ia rasakan belum seberapa dibandingkan dengan yang menimpa umat-umat
sebelum Islam.
“Dahulu kaum sebelum kamu,
adakalanya dikubur hidup-hidup, digergaji dari atas kepalanya hingga terbelah
menjadi dua, adakalanya dikupas kulitnya dengan sisir besi yang mengenai daging
dan tulang, tetapi keadaan yang demikian tidak menggoyahkan iman agamanya.” (HR Bukhari)
Keadaan yang sama juga dirasakan oleh para sahabat Nabi saw.
serta para alim ulama. Mereka merasakan penderitaan dan kesengsaraan karena
istiqomah mempertahankan kebenaran agamanya. Mush’ab bin Umayr radhiallahu
‘anhu Rela meninggalkan kekayaannya dan keluarga yang mencintainya karena
memilih beriman kepada Allah dan RasulNya.
Keluarga Amr bin Yassir radliallahu ‘anhum; ayahnya Yasir dan
ibunya Sumayyah, syahid, gugur mempertahankan keimanan dengan siksaan yang keji
dari musuh-musuh Islam.
Kita bisa menengok perjuangan dan pengorbanan Imam Abu Hanifah,
seorang ulama besar, yang menolak bekerja sama dengan penguasa yang zalim.
Penolakan ini membuat penguasa marah dan menghukumnya dengan penjara. Di dalam
penjara — karena ia tetap menolak pengangkatan itu – maka ia dijatuhi hukuman
110 kali cambuk. Hukuman itu dicicil, tiap hari 10 kali cambukan. Akhirnya,
sang Imam dilepaskan kembali dari penjara sesudah merasakan 110 kali cambuk.
Seketika keluar dari penjara, tampak kelihatan mukanya bengkak-bengkak, akibat
bekas cambukan. Mengalami semua hukuman itu, Imam Hanafy hanya berucap:
“Hukuman dunia dengan cambuk itu lebih baik dan lebih ringan bagiku daripada
cambuk di akhirat nanti.”
Jalan kedua yang harus ditempuh oleh mereka yang rindu pada surga adalah
firman Allah:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di
antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS ali Imran: 142)
Orang-orang beriman tahu bahwa surga harus didapat dengan
perjuangan. Dalam Perang Uhud, seorang sahabat bernama Abu Thalhah berjuang
melindungi Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menggunakan tangan dan
pedangnya menangkis bacokan pedang, lemparan tombak dan anak panah hingga
akhirnya tangannya menjadi lumpuh.
Setiap perjuangan dan kesabaran di jalan Allah pasti akan
mendapatkan balasan surga dari Allah. Pelakunya akan dimuliakan oleh Allah.
Ketika Sa’ad bin Mu’adz syahid, wafat di Perang Khandaq, Malaikat Jibril
mendatangi Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya siapakah gerangan yang
ruhnya dicabut Izrail yang telah menyebabkan langit terbelah dan bergemuruh
menyambut ruhnya yang mulia.
Surga tidak bisa didapat dengan bermalas-malasan; dengan
membuang waktu, bercanda, duduk-duduk di rumah, sibuk mencari uang, mencari
hiburan, dsb. Kalau ada orang yang berpikir bisa ke surga tanpa perjuangan dan
pengorbanan, maka sebenarnya orang itu tengah bermimpi di siang hari bolong.
“Orang yang cerdas adalah yang
mempersiapkan dirinya dan beramal untuk setelah kematian, tetapi orang yang
bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya sambil berangan-angan kepada
Allah Azza wa Jalla.” (HR
Tirmidzi)[]
Salam,
Utehime
Humaira
No comments :
Post a Comment