Aku Malu Membaca Suratmu



Sebelum kubaca SURAT DARIMU, aku sudah lebih dulu tahu seberapa banyak abjad akan menjamuku dengan air mata.

Lama tak jumpa pada bibir yang menggilai Asma Allah. Lama tak mendengar do’a-do’a yang kusemai ditelingamu, pun begitu denganmu. Lama sekali rasanya, aku seperti kehilangan diri. Melalui surat ini, izinkan aku kembali.

Aku yang gagal pada satu harap yang kubuat sendiri. Aku selalu ingat pada apa yang jadi keinginan kala itu, mbak. Saat Allah menyertai segala jejak dan Allah jadi satu tuju pada gerak. Aku masih selalu ingat itu. Saat antusiasme membangun jiwa dengan cinta restu yang baik darinya.

Mungkin aku yang tak sampai pada hatiku. Aku yang tergoda pada keelokan diriku sendiri. salah pada waktu. Dan sekarang, segalanya jadi begitu sulit kukendalikan. Betapa aku ingin mengulang hari, tapi cukup malu untuk berucap pada Tuhan. Apalagi padamu, mbak.

Aku terlalu duniawi. Kalah pada diri sendiri. semestinya aku paham, sebaik apapun lelaki tak akan luput melukai kecuali pada ijab yang terucap di janji suci. Ah, aku pikir waktu itu… aku tak seperti gadis lain, mbak.

Aku masih begitu mengingatnya. Segala tenang yang merambat pelan, berdiam dan merumah dihatiku, sebab aku dikelilingi wajah-wajah dengan aroma iman. Aku baru sadar, mbak. Cinta yang kupikir membuatku bahagia kemarin ternyata satu bab uji dari Tuhan. Dan aku merobek satu bab yang kutahu maksudnya sejak awal. Aku sengaja tak membaca setiap paragraph yang berjejer mengingatkan aku. Aku menulikan telingaku. Aku menutup segala celah yang bilang bahwa tak kan ada jenis cinta yang benar sebelum halal bagiku. Aku salah kaprah. Aku salah langkah dan tetap meneruskannya.

Sampai pada Allah sendiri yang membuka ruang kabar. Aku dibuat kalang kabut seperti tidak punya Tuhan. Berjam-jam menilik hati yang penuh gurat luka. Mengingat bagaimana Tuhan mengambil segala yang kurasa bahagia, bahkan aku sempat bertanya mengapa. Seharusnya aku bersujud tunduk dan begitu malu yah, mbak ?

Aku malu. Bahkan tak kuceritakan padamu apa yang terjadi. Aku tahu, kamu pasti mengetahui dengan sendirinya.

Sebenarnya ada lubang besar didadaku saat cinta tumbuh dan tak bisa kucegah. Saat aku mencintai hati yang sengaja Tuhan pertemukan disaat semestinya aku membentengi hatiku, ada yang memberontak. Hati kecilku bilang jangan. Tapi aku kalah pada cinta sesaat yang ia suguhkan. Dan segalanya terjadi begitu saja. Barangkali, Allah ingin melihat seberapa kuat kata-kataku. Dan hanya seperti daun kering yang tak sanggup bertahan di tangkainya. Maaf, mbak. Bisa kita mulai segalanya dari awal kembali?

Sudi kiranya kau ingatkan aku, boleh  kau tampar wajahku berkali-kali, jika ditengah-tengah aku lengah lagi. Kali ini, biar kutanggung segala yang sudah kadung jadi sesal tak berujung. Kuganti dengan iman yang lebih tinggi.

InsyaAllah mbak..


With Love,


########

No comments :

Post a Comment