Masih Mengintai Nama Yang Sama; K-A-M-U



Waktu. Menuntunku; mengiringmu pada satu titik mula; bertemu..

Kamu. Mencipta rindu yang membukut kalbu. Diam-diam begitu cepat mengendap membuatku tertambat. Aku terjerat. Dalam satu waktu, aku bisa jadi yang paling ingin ada didekatmu. Melebur kedalam keseluruhanmu. Mengenalmu lebih jauh; memahamimu tanpa melesat, hingga koma dan titik. Boleh ku tau, mantra apa yang kau semat ?

Kamu. Mengapa bisa begitu cepat melesat dalam nadiku. Bagaimana bisa begitu luas menyebarkan diri di darahku; pun begitu erat melekat di poriku. Dan kamu tau? aku mulai gelisah karena itu. Sepertinya kamu semakin hebat berpacu dengan waktu. Aku jadi ngilu. Kalau-kalau situasi tak berpihak padaku.

Perasaan yang menggantung disengal napasku; sesak. Sebab aku harus merasakannya sendirian. Menahannya mati-matian. Untuk satu kemungkinan; berujung kesakitan tak terperikan atau kebahagiaan tanpa akhiran. Dalam waktu singkat, kau membuatku makin ingin bertahan dalam keadaan yang berkutat pada keajaiban dan pengharapan.

Memang sukar menukar cinta yang kadung mengakar. Menggantinya dengan rasa yang lain; mengapa susahnya bukan main ?

Aku harus bagaimana ? Rasa yang kadung merajalela, apakah harus kubiarkan saja ? Hingga -nanti- kemungkinan terburuknya adalah kecewa akhirnya.  Atau, kuakhiri saja semuanya dari sekarang. Mengubah seluruh koma menjadi titik. Mengganti tanda tanya yang sering muncul dalam tulisanku dengan tanda seru. Sebab aku tak tau bagaimana caranya menyelesaikan perasaan yang tumbuh begitu cepat. Pun aku tak mampu memeliharanya dengan tanganku sendiri. Bukankah butuh sentuhanmu juga ??

Ah.. Sudahlah !!

Sekarang, biarkan saja dulu waktu yang menikmati segala cerita dihatiku yang kamu gag tau, dan di hatimu yang aku gag ngerti. Hingga Dia mengizinkan waktu untuk kembali mempertemukan kau dan aku dalam satu garis lurus. Satu titik dimana kita menjadi ‘saling’ dan ‘silang’. Satu ruang dimana tak lagi ada celah untuk kau pergi dariku, meskipun hanya bayangmu; pun tak ada lubang untukku dapat mengintip membidik keluar.

Kita ini seperti alung yang dilempar ke laut lepas. Mencari tempat pemberhentian paling pas. Boleh jadi, kan kita temui masing-masing disana. Ditempat pertama kita saling bertatap muka; saat waktu belum memperkenalkan kau dan aku. Saat kita masih jadi sesuatu yang asing.

Hanya saja tak ada yang mendengar lirihnya do’aku. Yang berharap kau memang tercipta untukku; pun aku terlahir tuk melengkapi rusukmu.DE



Salam,
DE   


 Humaira

DAku tak pernah meminta dipertemukan denganmu; tapi aku meminta dipersatukan denganmu.E

No comments :

Post a Comment