Maaf, Aku hanya Ingin Yang Diridhoi



Maaf, Bukan aku tak menghargai. Aku hanya ingin ikatan yang suci. Yang dibenarkan secara Syar’I . Dan diridhoi Illahi.

Dan kini, aku sedang berdiri menstabilkan posisi, agar dapat berdiri dengan kakiku sendiri. Mengatur denyut nadi agar kembali rapi. Menata ulang setiap sendi agar dapat kembali berfungsi.


Bukankah, aku bukan keledai, yang akan jatuh dilubang yang sama ??

Ku tata rapi kepingan-kepingan kenangan yang berserakan. Agar tak berantakan. Dan hilang berceceran. Bagaimanapun juga, ia telah memberiku suatu pengajaran. Bukankah pelajaran yang paling berharga itu adalah pengalaman ??


Bukan, bukan aku terpuruk dalam kubangan lumpur kenangan. Hanya saja aku sedang membungkusnya menjadi sebuah bingkisan masa silam. Menutupnya rapat-rapat, agar tak menguap ketika bayangan mendekat. Dan kan kusimpan dalam ruang gelap pengerelaan.


Jangan mencoba melupakan. Tapi belajarlah merelakan. Karena disaat kita melupakan, sesungguhnya kita sedang mengingat.

Memang bukan hal yang mudah. Tapi tidak sulit bagi mereka yang punya niat dan tekad. Ingat, bahwa Dia selalu dekat.

Tidak, aku hanya tidak ingin memiliki apa yang belum ditakdirkan menjadi hak-ku. Semoga kamu mengerti dan dapat memahami. Luka itu terlalu perih untuk tercabik kembali.

Jangan, jangan berjanji. Hanya janji-Nya sang Pemilik Janji yang Maha Pasti. Kuharap kau bukan yang termasuk suka menebar janji. Berkelana kesana kemari mengobral janji. “ Sesungguhnya setiap janji itu, pasti diminta pertanggung jawabannya” ( Qs. Al-Israa’ : 34 )


Jangan datang dengan sejuta janji, kemudian pergi tanpa satu bukti. Tapi hadirlah dengan niat yang suci, dan jangan pernah pergi.

Jangan, jangan memuji. Aku takut merasa tinggi. Jangan bawa aku mengitari pelangi. Aku masih ingin kakiku menjejaki bumi. Terhempas itu rasanya tiada terperi. Kuharap kau bukan yang termasuk suka memuji bertubi-tubi. Mencecar siapa saja melalui nada dan puisi.

Maaf, aku hanya ingin ikatan yang suci lagi diridhoi. Semoga kamu mengerti. Bukankah lebih indah ketika Dia yang menemukan ? Menyatukan dalam singgasana yang dihalalkan. Dengan Syurga sebagai imbalan. Lalu mengapa kita sibuk memaksakan ?


Salam,


Humaira

No comments :

Post a Comment