Bismillah…
Bergerak dari rasa kepedulian dan keprihatianan, melihat
fenomena yang terjadi saat ini, dimana maksiat sudah dianggap sebagai hal yang
lumrah. Bahkan sebagian orang menganggap hal demikian adalah hal yang
naluriyah, “jadi ya…ga munafik juga, itu manusiawi!” begitu tanggapan salah seorang mahasiswa universitas
ternama di Indonesia. Yap.. pembahasan yang akan diulas kali ini tidak jauh
dari “virus merah jambu”.
Virus merah jambu atau yang sering kita sebut “cinta” adalah hal yang tak akan habis-habisnya untuk dibahas.
Setiap orang pasti pernah merasakan cinta, setiap orang ingin menyinta dan
dicinta. Dan sebagian orang ada yang menjadikan cinta sebagai berhala.
Naudzubillah.
Islam tidak pernah melarang siapapun untuk jatuh cinta,
karna segala yang ada dalam dunia ini merupakan cerminan cinta Allah yang Maha
Mencintai, mencintai makhluqnya sehingga Allah jadikan alam semesta ini dengan
kesempurnaan dan sebaik-baiknya penciptaan. Namun bagaimana dengan perasaan
cinta kepada lawan jenis yang sering kali melanda hati manusia ???
Tidak ada larangan, dan itulah fitrah manusia. Bahkan Fatimah putri kesayangan Nabi Muhammad pun telah jatuh
cinta kepada Ali bin Abi Tholib saat pertama kali bertemu juga Zulaikha yang
tergila-gila pada Nabi Yusuf karna pesona ketampanan Nabi Yusuf yang luarbiasa.
Maka dari itu fenomena cinta ini merupakan hal yang naluriyah, saya tegaskan
kembali bahwa adanya perasaan cinta dalam diri manusia itulah yang naluriyah. Akan tetapi tidak jarang orang yang salah dalam menindak
lanjuti perasaan naluriyah ini sehingga kemuliaan cinta yang awalnya bersifat
manusiawi kini berubah menjadi hewani.
Mengapa demikian ? Fenomenanya, ketertarikan dengan lawan
jenis ini dilanjutkan dengan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ajaran
agama kita, islam. Bahkan bagi mereka yang menjalaninya menganggap bahwa “pacaran”
hukumnya sah-sah saja dan manusiawi. Kembali pada perintah yang jelas tertulis
dalam kitab suci Al-Qur’an, bahwasanya Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu mendekati
zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan
yang buruk.” (QS.Al-Isra
: 32 )
Dalam ayat ini memang tidak secara langsung menegaskan
bahwa pacaran itu dilarang, namun pada realitas yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari pacaran merupakan pintu gerbang yang paling mudah untuk memasuki
jurang perzina’an. maka sangatlah pantas jika pacaran dikategorikan sebagai implementasi perzina’an, bahkan menurut teori psikoseksual pacaran merupakan
salah satu bentuk pelampiasan seksual.
Ini berarti pengkategorian pacaran sebagai salah satu
bentuk perzina’an telah dibenarkan oleh teori-teori yang ada, karena faktanya
orang yang menjalani pacaran sangat jarang terhindar dari aktivitas: saling
bersentuhan, saling memandang, berkhalwat (berdua-duan), bermanja-manja /
melembutkan suara bagi perempuan. Padahal dalil-dalil yang melarang
aktifitas-aktifitas di atas sudah cukup jelas. Mengenai aktifitas saling
bersentuhan, Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Kepala salah seorang ditusuk dengan jarum dari besi itu
lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani
dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu
‘anhu, lihat Ash-Shahihah no.
226)
Ini berarti kepala sesorang yang ditusuk dengan jarum besi
saja merupakan hal lebih baik daripada sesorang menyentuh wanita yang bukan mahramm,
lantas bagaimana hukuman bagi orang yang saling bersentuhan (dengan
kesengajaan) ? Wallahu a’lam. Yang pasti Nabi Muhammad saw telah memberikan
peringatan keras dalam hadits tersebut.
Kemudian disusul dengan aktivitas saling memandang.
Al-Qur’an sangat jelas memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan untuk
saling menundukkan pandangan, dalam Surat An-Nisa ayat 30-31, Allah berfirman :
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya……”
Namun pada kenyataannya, aktivis pacaran tidak akan
memperdulikan perintah agung ini.
Dalam riwayat lain Dari Buraidah radliyallaahu
‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
يَا عِلِيُّ، لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
“Wahai ‘Ali, janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan.
Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan yang pertama, dan bukan yang setelahnya”.
Artinya bahwa pandangan yang pertama adalah pandangan
tiba-tiba tanpa kesengajaan, maka adanya pandangan pertama itu diampuni, tanpa
dosa. Namun tidak boleh melanjutkan pandangan dengan pandangan yang kedua yang
dimaksudkan untuk menikmati, karna melalui pandangan pun akan menjerumuskan
pelakunya dalam kategori zina.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Nabi
shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda :
كُتِبَ عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌُ
ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ
زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى،
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
”Telah dituliskan atas Bani
Adam bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak. Maka,zina kedua mata adalah melihat (yang diharamkan), zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah berkata-kata (yang diharamkan), zina tangan adalah memegang (yang diharamkan), zina kaki
adalah melangkah (ke tempat yang diharamkan), hati berkeinginan dan
berangan-angan, dan kemaluan membenarkan itu semua atau mendustakannya”.
Jadi,
perintah Allah kepada hambanya baik laki-laki maupun permpuan untuk menundukkan
pandangan tidak lain adalah untuk menghindari diri dari perbuatan zina
sebagaimana telah ditetapkan bahwa zina kedua mata adalah dengan
melihat/memandang (yang diharamkan).
Larangan untuk berdua-duaan. Rasulullah saw. bersabda :
“Sungguh
tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi (berduaan) dengan seorang wanita,
kecuali yang ketiga dari keduanya adalah syetan.” (HR.
at-Tirmidzi)
Hadits ini menegaskan diharamkannya berkhalwat bagi
seorang pria dengan wanita asing atau bukan mahramnya. Karena Nabi saw melalui
syariat ini menginginkan kita menghindari banyak penyakit sosial dan fisik.
Dalam sebuah penelitian mutakhir, diketahui bahwa ketika
laki-laki yang berkhalwat dengan perempuan yang bukan mahram yang memiliki daya
tarik tinggi, itu akan memacu meningkatnya hormon kortisol yang merupakan
hormon petanggung jawab terjadinya stress dalam tubuh. Hanya dengan duduknya
seorang laki-laki selama lima menit bersama seorang wanita maka laki-laki
akan mengalami kenaikan hormon dengan proporsi tinggi.
Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat
penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh, tetapi dengan syarat mampu
meningkatkan proporsi yang rendah, jika terjadi peningkatan hormon dalam tubuh
dan berulang terus menerus proses tersebut, maka hal itu dapat menyebabkan
penyakit serius seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes dan
penyakit lainnya yang mungkin meningkatkan nafsu seksual.
Melembutkan suara (bagi perempuan) juga sering terjadi
dalam aktivitas pacaran. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:
“Maka janganlah kalian
merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada
penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al-Ahzab: 32)
Mungkin sebagian kita akan berdalih “ loh,
itukan hanya bersuara ? apa salahnya kalau perempuan itu bersuara, fitrahnya
perempuan memang dengan kelembutannya !”
Ketahuilah, bahwa suara perempuan merupakan aurat yang
dapat menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Maka dari itu dalam seni bergaul islam
hal ini sangat diperingatkan kepada wanita agar senantiasa berbicara seperlunya
kepada lawan jenis, dengan tidak melembutkan suara dan menundukkan
pandangan.
Beberapa waktu yang lalu teman saya pernah menyanggah bahwa
pacaran tidak selalu identik dengan hal-hal negative, “saya
pacaran tapi merujuk pada hal-hal yang positif, nyemangatin dalam hal ibadah,
jadi punya temen curhat, ya pokoknya pacaran yang positif lah!”, begitu ucap teman saya.
Kembali pada aspek-aspek pacaran, bagaimana aktivitasnya
saya pastikan ketika dua orang yang saling mempunyai rasa ketertarikan
sehingga keduanya memutuskan untuk berpacaran, maka aktivitas-aktivitas yang
ada di dalamnya tidak akan terhindar dari hal-hal yang sebelumnya telah saya
sebutkan, seperti: saling memandang, saling bersentuhan, berdua-duaan
(khalwat), dan melembutkan suara bagi perempuan. Setidaknya kalaupun dua orang
yang berpacaran tidak bersentuhan, aktivitas saling memandang dan berkhalwat
itu pasti terjadi.
Lantas bagaimana bagi mereka yang berpacaran tapi tidak
pernah bertemu sebelumnya, misalnya mereka hanya saling mengenal lewat ponsel,
komunikasi yang mereka bangun hanya lewat telepon saja ???
Kendati pun komunikasi hanya melalui telepon, pacaran
apapun itu bentuknya tidak akan terhindar dari unsur-unsur zina. Ketika dua
orang yang dimabuk cinta saling berkomunikasi, setuju atau tidak, pihak
wanita pasti akan melembutkan suara, dan keduanya akan saling bermanja. Perlu
kita ketahui bahwa dengan hanya mendengar suara wanita, itu akan mampu
membangkitkan syahwat laki-laki. Maka dari itu adanya larangan untuk
melembutkan suara ketika berbicara dengan lawan jenis bukanlah tanpa sebab,
tapi larangan itu dibuat agar manusia selamat dari azab Allah yang amat pedih.
Apapun alasan yang dibuat manusia, tetaplah segala sesuatu
yang dilarang Allah itu berarti hukumnya haram dan mengandung banyak mudharat.
Ada yang beralasan, “kami berpacaran semata-mata karna ingin saling
mengingatkan, dan mengajak kepada kebaikan. Mengingatkan sholat, qiyamul lail
bersama, ngaji sama-sama, itukan positif !”
Ya, aktivitasnya memang positif, tapi niatnya sudah
berbeda. Rajin sholat karena pacar, rajin ngaji karna pacar, qiyamul lail karna
pacar, bukan karna Allah. Lalu kalau sudah putus sama pacar, akankah ibadah ini
akan bertahan ?. 95% tentu tidak, ibadah ini lambat laun akan menurun, musnah
dan bisa jadi seseorang ini justru akan lebih buruk dari sebelumnya. Ko bisa ? sangat
bisa, karna segala sesuatu yang dilakukan bukan karna Dzat yang Maha Kekal,
sifatnya tidak kekal. Ia akan pudar sedikit demi sedikit karna merasa
kehilangan factor pendorong ibadahnya, lantas dalam kurun waktu tertentu
semangat ibadah ini akan hilang sama sekali.
Maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan
bahwa pacaran itu positif. Lalu
bagaimana solusi bagi mereka yang berpacaran agar tidak dikategorikan zina ?
Solusinya, ya putusin pacar, dan jangan pacaran lagi. Jika
memang sudah siap untuk mempertanggungjawabkan rasa cinta, maka islam
memberikan jalan yang paling tepat dan barokah ialah dengan menikah. Jika belum
mampu menikah maka perbanyaklah berpuasa. Loh apa hubungannya puasa dengan
cinta ?. Nyambung dong! dengan puasa kita mampu mengontrol hawa nafsu, dengan
puasa kita akan lebih terjaga dari hal-hal yang berbau maksiat, dengan berpuasa
kita akan lebih banyak mengingat Allah. Dan dengan itulah Allah juga akan
membantu hamba-Nya yang sungguh-sungguh dalam ketaatan kepada-Nya.
Untuk menjauhkan diri dari dorongan syahwat yang akan
menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan, sebenarnya solusinya bukan hanya
dengan berpuasa, bisa dengan membiasakan pola hidup sehat, seperti olah raga.
Dengan olah raga tubuh akan mampu mengontrol hormon-hormon yang bertanggung
jawab terhadap peningkatan syahwat, karna nyatanya meningkatnya syahwat bukan
hanya karna dorongan nafsu syaithan tapi juga karna adanya ketidakseimbangan
hormon yang terdapat dalam tubuh manusia.
Kemudian disusul dengan memperbanyak dzikrullah, berkumpul
dengan orang sholeh, baca qur’an dan maknanya, dan sholat malam. Ko jadi kaya
tombo ati ?
Yup.. bener banget, solusi ini emang
diambil dari 5 perkara tombo ati, bukan karna ga punya ide lagi buat nulis tapi
segala bentuk kemaksiatan pasti berakar pada hati yang berpenyakit.
Rosulullah bersabda: “Ingatlah
bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula
seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa
ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Jadi jelas segala sesuatu yang ada pada diri kita
bersumber dari hati, jika hati kita baik maka apa yang kita lakukan adalah hal
yang baik, tapi jika hati berpenyakit maka apa yang kita lakukan adalah hal
yang buruk. Maka dari itu 5 perkara tombo ati ini sangat berpengaruh untuk perbaikan
hati yang akan berimbas pada baiknya seluruh jasad. Wallahu a’lam bishshowab…