Bertakwalah kepada Allah Subhanahu
wata’ala
Aku nasihatkan setiap wanita
muslimah, baik yang telah menikah atau bujang, yang kecil atau yang besar, yang
tua atau yang muda, agar ia bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala terhadap
dirinya kerana Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman kepada Nabi-Nya
Shallallahu’alaihi wasallam:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ
“Wahai Nabi,
bertakwalah kepada Allah..” (Al Ahzab: 1)
Maka orang-orang selain Nabi Muhammad
Shallallahu’alaihi wasallam lebih patut mendapatkan arahan dan nasihat ini.
Menahan pandangan
Maka janganlah engkau memandangi
lelaki-lelaki ajnabi, baik di jalan atau di pasar, atau di television, atau di
foto-foto dan majalah-majalah serta surat khabar, atau di internet. Kerana
pandangan itu adalah pintu masuk kepada perkara yang lebih besar lagi.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau hamba-hamba laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An Nuur: 31)
Tidak melembutkan suara kepada lelaki
yang bukan mahram
Dan janganlah seorang wanita
melembut-lembutkan suaranya di depan para lelaki ajnabi sama saja baik
perkataannya itu secara langsung seperti ketika berjual-beli di pasar, atau
seperti yang berbicara kepada saudara-saudara suaminya atau salah satu
kerabatnya atau suaminya yang bukan mahram –sebagaimana yang dilakukan oleh
sebahagian masyarakat-, atau juga ketika perkataannya itu dari balik hijab,
atau melalui telefon atau Paltalk atau Yahoo Messenger. Allah Subhanahu
wata’ala berfirman:
يَا نِسَاء النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفاً
“Wahai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu
tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (Al Ahzab: 32)
Firman ini ditujukan kepada
ummahaatul mu`miniin yang bersih dan selalu menjauhkan diri dari
perkara-perkara tidak baik, di dalam suatu masyarakat yang suci murni, yang
dipilih oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk mendampingi Nabi-Nya
Shallallahu’alaihi wasallam, maka wanita-wanita di masa kita sekarang ini lebih
pantas untuk mendapatkan arahan dan nasihat ilahi ini.
Menetap di dalam rumah dan selalu
berhijab
Dan seorang wanita muslimah hendaknya
tetap di rumahnya dan tidak keluar ke pasar kecuali untuk keperluan yang
benar-benar darurat dan dengan keadaan tidak mutabarrijah. Kalau ada orang yang
memenuhi keperluannya di pasar maka hendaknya berhamdalah. Dan hendaknya ia
juga waspada untuk tidak keluar ke taman-taman dan tempat-tempat rekreasi serta
tempat-tempat yang bercampur baur dengan laki-laki, baik anak-anak muda atau
yang lain. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang
dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah Subhanahu
wata’ala dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33)
Dan wajib atas seorang muslimah yang
sungguh-sungguh mencintai Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya -tidak sekadar
mengaku-ngaku- untuk mengenakan hijab syar’i iaitu dengan menutup wajahnya dan
memakai pakaian yang longgar dan panjang, bukan yang sempit, pendek atau nipis,
kalau ia ingin keluar dari rumah untuk suatu keperluan. Allah Subhanahu wata’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah
Subhanahu wata’ala adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab: 59)
Umar Radhiallahu’anhu berkata: “Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi seorang
muslimah, ketika ia mempunyai suatu keperluan, untuk keluar dengan mengenakan
kain penutup miliknya atau milik tetangganya sambil bersembunyi-sembunyi
sehingga tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, sampai kemudian ia kembali
lagi ke rumahnya”.
Semua ini, yaitu menetap di dalam
rumah dan selalu berhijab, muncul dari buah ilmu syar’i yang bersumber dari Al
Kitab dan As Sunnah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفاً خَبِيراً
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di
rumahmu dari ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala dan hikmah (sunnah nabimu).
Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (Al Ahzab: 34)
Meskipun perkataan ini ditujukan
kepada ummahaatul mu`miniin, namun yang dijadikan ibroh adalah keumuman lafaz
bukan kekhususan sebab, dan para wanita selain ummahaatul mu`miniin lebih memerlukan
ilmu dan lebih perlu mempelajari hal-hal yang meluruskan agamanya.
Mentauhidkan Allah Ta’ala
Dan yang paling harus diketahui oleh
setiap muslim dan muslimah adalah mentauhidkan Allah Subhanahu wata’ala dan
mengesakan-Nya dalam ibadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun agar
ibadahnya diterima. Dan seorang muslimah hendaknya menjaga dirinya dan
kehormatannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَن لَّا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئاً وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Wahai Nabi, apabila datang kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahawa mereka
tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak
akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan
antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang
baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah
Subhanahu wata’ala untuk mereka. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Mumtahanah: 12)
Dan ketahuilah wahai akhwat muslimat,
bahwa ayat berikut ini begitu mencakup, padat, sarat muatan, menghimpun dan
mencukupi, bagi orang yang mentadabburi, memahami dan mengamalkannya. Iaitu
firman Allah:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan
yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang
tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah Subhanahu wata’ala telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.” (Al Ahzab: 35)
Memiliki perhatian terhadap ilmu
syar’i
Aku nasihatkan para akhwat muslimat
untuk memiliki perhatian terhadap ilmu syar’i yang berasaskan dalil dari Al
Kitab dan As Sunnah, yang tanpanya suatu ibadah wajib tidak akan dapat
dilakukan. Dan aku tidak bermaksud bahwa seorang muslimah mendalami
masalah-masalah sekunder dengan mengorbankan perbuatan-perbuatan wajib yang
harus ia kerjakan seperti mengurus suami dan anak-anak, mengatur rumah. Hal-hal
ini lebih wajib untuknya daripada mendalami masalah-masalah sekunder dalam
agama.
Hendaknya ia memulai dengan yang pokok.
Dengan memahami tauhid dan segala hal yang bertentangan dengannya dari perkara
syirik yang termasuk pembatal agama. Kemudian dengan masalah-masalah yang dapat
membetulkan shalatnya, demikian juga masalah-masalah thaharah untuk wanita, dan
dia harus mengetahui bila harus shalat dan puasa dan bila harus berhenti
shalat dan puasa misalnya, dan seterusnya. Dia juga perlu mempelajari hal-hal
yang membuatnya mengerti soal pendidikan anak-anaknya, demikian juga cara-cara
menguruskan suami dengan baik. Intinya, seorang wanita muslimah harus
mempelajari hal yang paling wajib terlebih dahulu, kemudian hal yang wajib di
bawahnya, berkaitan dengan segala sesuatu yang membetulkan ibadahnya dan yang
tanpanya suatu perkara wajib tidak dapat dilaksanakan. Dan dia menjauh dari
masalah-masalah khilafiyyah semampu mungkin, bahkan hendaknya dia berusaha
keras untuk itu.
Meninggalkan perdebatan dalam agama
Sebagaimana aku juga menasihatkan
para muslimah untuk meninggalkan perdebatan dalam masalah agama dan memberikan
bantahan-bantahan yang menjadi kesibukan sebahagian mereka yang mengklaim diri
sebagai penuntut ilmu. Mereka ikut-ikutan para thullaabul ilmi dan masyayikh
dalam masalah memberi bantahan kepada orang yang menyelisih. Si fulanah ini
menulis bantahan untuk fulanah ini. Yang ini menulis bantahan untuk fulanah
itu. Sampai-sampai seorang dari muslimah itu menulis bantahan kepada si fulan
yang itu. Maka mereka sibuk dan disibukkan dari perkara wajib yang tentangnya
mereka akan dimintai pertanggungjawaban.
Wahb bin Munabbih Rahimahullahu
berkata: “Tinggalkan perbuatan berbantah-bantahan
dan saling mendebat dari urusanmu. Kerana sesungguhnya engkau tidak akan dapat
melemahkan salah satu dari dua orang ini: orang yang lebih berilmu darimu.
Bagaimana engkau akan mendebat dan berbantahan dengan orang yang lebih berilmu
darimu? Kemudian orang yang kamu lebih berilmu darinya. Bagaimana kamu akan
mendebat dan berbantahan dengan orang yang kamu lebih berilmu darinya dan dia
tidak mau menurutimu. Maka putuslah hal itu dari dirimu.”
Abdullah Al Basriy Rahimahullahu
berkata: “Sunnah menurut kami itu bukanlah dengan
engkau membantah para pengikut hawa nafsu, akan tetapi sunnah menurut kami
adalah dengan engkau tidak mengajak bicara seorangpun dari mereka.”
Al Abbas bin Gholib al Warraaq
Rahimahullahu berkata: “Aku berkata kepada Ahmad bin
Hanbal Rahimahullahu: “Wahai Abu Abdillah ketika aku berada di suatu majlis
yang tidak ada seorangpun yang mengetahui sunnah kecuali aku, kemudian ada
seorang mubtadi’ yang berbicara, apakah aku membantahnya?”. Imam Ahmad berkata:
“Jangan kamu pasang dirimu untuk orang ini. Beritahukan yang sunnah dan jangan
kamu berdebat”. Maka aku ulangi lagi perkataanku itu kepadanya. Lalu ia
berkata: “Aku memandangmu tidak lain hanyalah seorang pendebat”.
Jangan tergesa-gesa dalam memberi
fatwa
Dan tinggalkanlah perbuatan
memberitahu orang tentang sesuatu yang masih “katanya” di antara kalian, wahai
para akhwat. Dan janganlah engkau menghukumi seseorang dari kalian dengan suatu
pelanggaran sampai engkau mendapatkan kepastian dan engkau tanyakan kepada
salah seorang ulama atau masyayikh atau kepada para tholabatul ilmi yang
dikenal dengan keistiqomahannya di atas manhaj salaf dan termasuk orang yang
memiliki keteguhan dan pertimbangan sehat. Bukan termasuk orang-orang yang
tergesa-gesa dan tertipu oleh dirinya sendiri dengan membangga-banggakannya
meskipun mereka itu adalah salafiyyin. Kamu tanyakan kepada mereka tentang hal
yang diyakini oleh seorang dari kalian sebagai pelanggaran menurut
pandangannya. Agar tidak sampai terjadi perpecahan pendapat, keberselisihan
hati dan ke-saling-menjauh-an perasaan.
Dan hendaknya seorang yang menjadikan
dirinya sebagai da’i dari kalian, untuk bertaqwa kepada Allah Subhanahu
wata’ala di dalam dakwahnya. Maka dia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak
seorang da’i kepada Allah. Iaitu berhias dengan kesabaran terhadap orang yang
menyelisihi, dan begitu juga terhadap orang yang jahil. Dan sebelumnya
hendaknya ia menyiapkan persenjataan berupa ilmu tentang hal-hal yang ingin ia
sampaikan dan ia dakwahkan. Dan salah satu hal yang menunjukkan kefaqihan Imam
Bukhori dan pemahamannya yang benar atas Al Kitab dan As Sunnah, bahwasanya
beliau membuat satu bab dalam kitab al Jaami’ ash Shohiih-nya, dan berkata:
“Bab, Berilmu sebelum berkata dan beramal”. Allah Subhanahu wata’ala ta’aalaa
berfirman: (maka ketahuilah bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali
Allah Subhanahu wata’ala dan memohon ampunlah atas dosa-dosamu).
Syaikh Jamal Furaihan Al Haritsi
Hafizhahullah
No comments :
Post a Comment