Nasihat Ibu Kepada Puterinya Yang
Akan Bernikah
Dan ambillah teladan, wahai muslimah,
dari kisah berikut ini. Kerana kisah ini adalah nasihat seorang ibu
yang penuh ketulusan kepada puterinya. Ia juga bertutur kepada para anak
perempuan yang bijak sebagaimana ia juga bertutur kepada setiap wanita yang
sudah menikah. Dan kerana kisah inilah sebuah perumpamaan arab dibuat,
ما وراءك يا عاصم
“apa yang ada di belakangmu wahai
‘Ishom?”.
Abul Fadhl An Naisaburi dalam
kitabnya “Majma’ul Amtsaal” berkata: “Maa waroo`aka yaa ‘Ishoom?” Al Mufadhdhol
berkata: orang yang pertama kali mengucapkan perkataan ini adalah Al Harith bin
‘Amr, raja Kandah. Iaitu ketika ia mendapatkan kabar tentang kecantikan,
kesempurnaan, dan kecerdasan puteri ‘Auf bin Mahlim asy Syaibani, ia memanggil
seorang wanita dari Kandah yang dipanggil dengan nama ‘Ishoom; seorang wanita
yang cerdas, pandai berbicara, serta tinggi budi bahasa dan sasteranya.
Raja berkata: “Pergilah sampai engkau
dapat memberitahuku tentang hal ihwal puteri ‘Auf ini”. Maka ‘Ishoom pergi menemui
ibu gadis itu, iaitu Umamah bintul Harith dan menyatakan maksud kedatangannya.
Maka Umamah memberikan pesan kepada putrinya dan berkata: “Wahai anakku, ini adalah ibu saudaramu telah datang untuk
melihatmu. Maka janganlah kamu tutupi wajahmu kalau ia ingin melihat wajah atau
perilakumu. Dan bicaralah kalau ia mengajakmu berbicara”. ‘Ishoom pun masuk menemuinya. Maka ia melihat sesuatu
yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Setelah itu ia keluar seraya berkata:
“Tarokal khidaa’ man kasyafal qonaa’” (orang yang sudah menyingkap niqob, tidak
akan tertipu). Ia membuat perkataan ini sebagai sebuah perumpamaan. Lalu ia
pergi menemui Al Harith.
Ketika Al Harith melihatnya datang,
ia berkata:
ما وراءك يا عاصم
“Apa yang ada di belakangmu wahai
‘Ishoom?” (maksudnya: khabar apa yang engkau bawa wahai ‘Ishoom?
Kemudian ‘Ishoom menceritakan keadaan
dan akhlak puteri ‘Auf dengan ungkapan-ungkapan sastera yang menjelaskan
kecantikan dan kebaikan gadis tersebut..
Lalu raja mengutus seorang utusan
kepada ayah gadis itu dan menyampaikan lamarannya. Sang ayah menikahkan
puterinya dengan raja. Mas kahwin pun dikirimkan. Dan puteri ‘Auf dipersiapkan
hingga ketika ia hendak dibawa kepada suaminya, ibunya berkata:
“Wahai puteriku,
kalaulah suatu wasiat tidak diberikan kerana orang yang diberi wasiat sudah
sempurna akhlaknya, maka tentu wasiat ini tidak akan kuberikan kepadamu. Akan
tetapi, ini sekadar peringatan orang yang lupa dan penyokong orang yang ingat.
Kalaulah seorang wanita mampu untuk tidak memerlukan suami kerana kekayaan
orang tuanya dan ia juga sangat diperlukan oleh keduanya, tentulah kamu orang
yang paling tidak memerlukan suami. Akan tetapi wanita itu diciptakan untuk
laki-laki dan laki-laki itu diciptakan untuk perempuan.”
“Wahai puteriku,
sesungguhnya engkau akan berpisah dari lingkungan yang darinya engkau keluar,
dan engkau akan meninggalkan sarang yang di dalamnya engkau membesar. Ke sebuah
sarang yang belum pernah engkau tahu dan seorang pendamping yang tidak pernah
engkau kenal. Maka ia dengan kerajaannya akan menjadi pengintai dan pengatur
atas dirimu. Maka jadilah seorang hamba untuknya, nescaya dia akan menjadi
seorang hamba dan orang yang baik untukmu.”
“Wahai puteriku, belajarlah dariku
sepuluh sifat, maka sifat-sifat itu akan menjadi perbendaharaan dan kenangan
untukmu:
(1) mendampingi dengan sifat qona’ah
dan bergaul dengan penuh penerimaan dan ketaatan.
(2) Serta teliti dengan apapun yang
dilihat suamimu dan awas dengan apapun yang diciumnya.
(3) Jangan sampai ia melihat dirimu
dalam keadaan buruk dan jangan pula ia sampai mencium darimu kecuali aroma yang
harum.
(4) Celak adalah sebaik-baik
perhiasan dan air adalah sebaik-baiknya pengganti wangian.
(5) Kemudian bersiap diri pada saat
makan dan tenang pada saat tidur. Kerana panasnya lapar akan mengobarkan rasa
marah, dan membuat sulit tidur akan mendatangkan kekesalan.
(6) Lalu menjaga rumah dan hartanya,
serta mengurusi diri, keluarga dan anak-anaknya. Kerana menjaga harta itu
merupakan baiknya perhitungan. Dan mengurusi anak dan keluarga merupakan baiknya
pengaturan.
(7) Dan jangan engkau sebarkan
rahsianya, serta jangan engkau bangkang perintahnya. Kerana kalau engkau
sebarkan rahsianya, engkau tidak akan aman dari penghianatannya. Sedangkan
kalau engkau bangkang perintahnya, engkau akan mengobarkan amarahnya.
(8) Kemudian hindarilah dengan itu
semua sikap bersuka cita ketika sedang bersedih. Dan sikap berduka cita ketika
sedang bergembira. Kerana sifat yang pertama itu merupakan kelalaian. Sedangkan
yang kedua akan membuat suasana menjadi keruh.
(9) Dan jadilah orang yang sedemikian
mengagungkannya, maka dia akan menjadi orang yang sedemikian memuliakanmu. Dan
juga jadilah orang yang sedemikian menurutinya, maka dia akan menjadi orang
yang sedemikian lama mampu engkau dampingi.
(10) Dan ketahuilah bahwasanya engkau tidak akan dapat meraih apa yang
engkau sukai sampai engkau mendahulukan keredhoannya di atas keredhoan dirimu
sendiri dan mendahulukan keinginannya di atas keinginanmu sendiri dalam segala
hal yang engkau sukai ataupun engkau benci. Dan semoga Allah Subhanahu wata’ala
menjadikan baik semuanya untukmu.”
Lalu sang puteri itu pun dibawa dan diserahkan kepada raja. Dan
ia mendapatkan kedudukan agung di sisi raja tersebut serta melahirkan untuknya
tujuh orang yang kemudian menjadi raja Yaman selanjutnya.
No comments :
Post a Comment