Menjaga lisan
Seorang muslimah yang menghendaki
pahala di sisi Allah, hendaknya menjaga lisannya dari perbuatan ghibah, mengadu
domba, banyak bertanya dan juga dari perbuatan mengingkari kebaikan suami.
Kerana kebanyakan majlis para wanita itu waktunya lebih banyak dihabiskan untuk
perkara-perkara ini. Dan seolah-olah itu merupakan garam untuk makanan yang
tidak terasa enak suatu majlis kecuali dengannya.
فعن حكيم بن حزام قال خطب النبي صلى اله عليه وسلم النساء ذات يوم فوعظهن وأمرهن بتقوى الله والطاعة لأزواجهن وقال: ( إن منكن من تدخل الجنة) وجمع بين أصابعه (ومنكن حطب جهنم) وفرق بين أصابعه، فقالت: الماردة أو المرادية يا رسول الله! ولِمَ ذلك؟ قال: (تكفُرْن العشير وتُكثرْن اللعن وتسوِّفن الخير)
Dari Hakim bin Hizam, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam berkhutbah kepada para wanita pada suatu hari.
Baginda menasihati mereka dan memerintahkan mereka untuk bertakwa kepada Allah
Subhanahu wata’ala dan mentaati suami mereka. Lalu berkata: “Di antara kalian
ini ada yang masuk surga.. (baginda merapatkan jari jemari tangan baginda), dan
di antara kalian ini ada yang menjadi kayu bakar neraka (baginda merenggangkan
jari jemarin tangan baginda)”. Salah seorang wanita berkata: “Tentu ia adalah
seorang wanita yang durhaka, wahai Rasulullah! Dan mengapa demikian?”.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata: “Kalian mengingkari kebaikan
suami kalian, sering melaknat dan menunda-nunda kebaikan”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Larangan tasyabbuh
Dan setiap muslimah hendaknya
menjauhi perilaku meniru-niru wanita-wanita kafir dan wanita-wanita fasiq.
Dalam cara berpakaian, model, dengan menghindari pakaian yang sempit dan
terbuka -dari sisi manapun dan dari bahagian manapun-, dan yang nipis, pendek,
seluar panjang, sandal atau kasut bertumit tinggi, dan menjauhi trend mengikuti
fashion -seperti yang banyak disebut- tertentu, dalam soal pakaian atau
potongan rambut.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam telah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka ia adalahdari
kalangani mereka”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
Memperhatikan dalam hal berpakaian
Dan ketika menggambarkan segolongan
wanita, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda”
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum
pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor
sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian
tapi telanjang, mereka menyimpang lagi menyelewengkan orang dari kebenaran.
Kepala-kepala mereka seperti bonggol unta yang condong. Mereka ini tidak akan
masuk surga dan tidak akan mencium wanginya jannah padahal wanginya jannah
sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)
Imam An Nawawi dalam Syarh-nya atas
kitab Shahih Muslim berkata:
“Hadith ini merupakan salah satu
mukjizat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Apa yang telah baginda
khabarkan kini telah terjadi.
Adapun “al kaasiyaat”, maka ia
memiliki beberapa pengertian. Pertama, artinya adalah mengenakan
nikmat-nikmat Allah Subhanahu wata’ala namun telanjang dari bersyukur
kepada-Nya. Kedua, mengenakan pakaian namun telanjang dari perbuatan baik dan
memperhatikan akhirat serta menjaga ketaatan. Ketiga, yang menyingkap sebahagian tubuhnya
untuk memperlihatkan keindahannya, mereka itulah wanita yang berpakaian namun
telanjang. Keempat, yang mengenakan pakaian tipis sehingga menampakkan bagian
dalamnya, berpakaian namun telanjang dalam satu makna.
Sedangkan “maa`ilaatun mumiilaatun”, maka ada yang mengatakan: menyimpang dari ketaatan kepada Allah
Subhanahu wata’ala dan apa-apa yang seharusnya mereka perbuat, seperti menjaga
kemaluan dan sebahagainya. “Mumiilaat” artinya mengajarkan perempuan-perempuan yang lain untuk
berbuat seperti yang mereka lakukan. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” itu berlenggak-lenggok ketika berjalan, sambil
menggoyong-goyongkan bahu. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” adalah
yang menyanggul tinggi rambutnya. Iaitu gayanya para pelacur. “Mumiilaat” iaitu yang menyisirkan rambut perempuan lain dengan gaya itu.
Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” maksudnya cenderung kepada laki-laki.
“Mumiilaat” iaitu yang menggoda laki-laki dengan perhiasan yang mereka
perlihatkan dan sebagainya. Adapun kepala-kepala mereka seperti bonggol-bonggol unta, maknanya adalah mereka membuat kepala mereka menjadi
nampak besar dengan menggunakan kain kerudung atau selempang dan lainnya yang
digulung di atas kepala sehingga serupa dengan punuk-punuk unta. Ini adalah
penafsiran yang masyhur. Al Maaziri berkata: dan mungkin juga maknanya adalah
bahwa mereka itu sangat bernafsu untuk melihat laki-laki dan tidak menundukkan
pandangan dan kepala mereka. Sedang Al Qoodhiy memilih penafsiran bahwa
“maa`ilaat” itu adalah yang menyanggul tinggi rambut mereka sehingga menjadi
seperti bonggol unta. Lalu ia berkata: ini menunjukkan bahawa maksud
perumpamaan dengan bonggol- bonggol unta adalah kerana tingginya rambut di atas
kepala mereka, dengan dikumpulkannya rambut di atas kepala kemudian rambut itu
berlenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan kepala. Selesai.
Ibnul ‘Arobiy berkata: “Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam menyebut mereka berpakaian kerana pakaian yang
mereka kenakan. Hanya saja baginda menyebut mereka telanjang kerana pakaian
yang tipis itu menggambarkan tubuh mereka dan memperlihatkan keindahan mereka
dan itu adalah haram”.
Al Qurthubiy berkata: aku katakan:
ini adalah salah satu dari dua penafsiran ulama tentang makna ini. Yang kedua
adalah bahwa mereka itu adalah perempuan yang mengenakan pakaian namun
telanjang dari pakaian takwa yang tentangnya Allah Subhanahu wata’ala
berfirman:
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Dan pakaian takwa itu adalah lebih baik” (Al A’raaf: 26)
Dan ada sebuah syair berbunyi:
ذا المرء لم يلبس ثياب من التقى تقلب عريانا وإن كان كاسيا
وخير لباس المرء طاعة ربه ولا خير فيمن كان لله عاصيا
Orang yang tak mengenakan baju ketakwaan
Menjadi telanjang meskipun ia berpakaian
Sebaik-baik baju adalah taat kepada Tuhan
Dan yang membangkang-Nya sedikitpun tak punya kebaikan”
Dan dalam hadith dari Dihyah bin
Kholifah al Kalbiy Radhiallahu’anhu, ketika ia diutus kepada Heraclius dan
setelah kembali, Rasulullah memberinya kain qobthiyyah (sejenis kain yang
nipis) dan berkata: “Kenakanlah baju pada tempat belahan kain ini dan
berikanlah isterimu potongan kain untuk ia gunakan sebagai khimar”. Setelah Dihyah berlalu, Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam berkata lagi: “Suruhlah isterimu untuk melapisinya dengan sesuatu supaya
tidak tipis”. (Diriwayatkan oleh Al Hakim. Ia berkata: ini adalah hadith yang sanadnya shahih namun
tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah menyebutkan perkara kain
tipis untuk pakaian wanita, maka dia berkata: “Perempuan-perempuan yang berpakaian
namun telanjang, yang penuh dengan kesenangan namun menderita”.
Beberapa wanita dari Bani Tamim masuk
menemui Aisyah Radhiallahu’anha dengan mengenakan pakaian tipis. Maka Aisyah
berkata: “Kalau kalian ini wanita yang beriman, maka yang seperti ini
bukanlah pakaian wanita beriman. Tapi kalau kalian bukan wanita beriman, maka
nikmatilah pakaian seperti ini”.
Seorang pengantin wanita dihantar
masuk menemui Aisyah Radhiallahu’anha dengan mengenakan kain tipis yang telah
dicelup dengan ‘ushfur (sejenis tanaman yang wangi). Ketika Aisyah melihatnya,
beliau berkata: “Perempuan yang mengenakan pakaian seperti ini belum
mengimani surat An Nur”.
Syaikh Jamal Furaihan Al Haritsi Hafizhahullah
Wanita adalah cermin sebuah bangsa, jadi apa bila wanitanya baik, tentu bangsa itu bisa dikatakan bangsa yang baik, dan begitu sebaliknya! sukses selalu buat anda admin blog keren ini!
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteYah tepat sekali..
Bangsa yang baik terhimpun dari generasi-generasi yang baik, yang lahir dari wanita yang baik, yang dibesarkan dan di didik dengan cara yang baik, dituntut untuk menjadi baik, sehingga menjadi manusia yang berkhlak baik.Menjadi Pemimpin yang Amanah, Adil dan mulia untuk sebuah Agamama, Negara dan Keluarga.